RADAR JOGJA – Kemandirian ekonomi mutlak dimiliki semua kalangan. Termasuk bagi para penyintas talasemia. Edukasi dan pelatihan diharapkan bisa memperoleh tambahan pendapatan. Di antaranya yang digelar oleh Perusahaan pembiayaan PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk atau WOM Finance.

Salah satunya dengan memberi pelatihan edukasi dan literasi dalam berjualan online. Dalam bentuk seminar ”Indonesia Merdeka, Indonesia Cerdas Digital” di Kaliurang, Rabu (21/8).

NDS MotorKu Division Head WOM Finance Rizky Ria Maulina mengatakan, dengan keterbatasan yang ada, penyintas talasemia tetap berpeluang berkarya dan bekerja. Namun mereka tetap harus dibekali dengan literasi.

”Dengan memberikan edukasi dan literasi kepada mereka, harapan kami bisa sebagai bekal dalam bekerja,” katanya.

Seminar ini menggandeng Yayasan Thallasaemia Indonesia (YTI) Jateng-DIY. Sebanyak 250 penyintas talasemia ikut dalam seminar itu. Mereka berasal dari Jogjakarta,  Solo, Banyumas, Klaten, Purbalingga, Semarang, Wonosobo.

Ria mengatakan, WOM Finance membuka kesempatan sebesar-besarnya merekrut mereka untuk mendapatkan penghasilan. Salah satunya menjadi free agent. ”Dengan keterbatasan yang ada, mereka bisa memasarkannya secara online,” katanya.

Menurut dia, penyintas talasemia yang direkrut tersebut, tidak dibebani target pemasaran.  Siapa yang bisa menjual produk ada komisi yang didapatkan. ”Misalnya motor, ada komisi Rp 300.000 per unit,” ujarnya.

Ria dalam seminar itu memberikan materi tentang Teknik Pemasaran Online. ”Jadi mereka tetap kita bekali diri tentang pemasaran melalui platform internet,” ungkapnya.

Ria mengatakan, seminar ini bertujuan mendorong literasi dan inklusi keuangan bagi masyarakat dengan keterbatasan fisik maupun kesehatan. Literasi ini, lanjut dia, juga sebagai bentuk komitmen WOM Finance untuk memberikan pengetahuan yang seluas-luasnya kepada masyarakat di Indonesia.

Ketua YTI Ruswandi mengapresiasi pelatihan edukasi dan literasi ini. Dia mengatakan, penyintas talasemia di Indonesia tergolong besar. Setiap tahunnya meningkat 8-10 persen. ”Justru sebagian besar dari keluarga tidak mampu,” tuturnya.

Di Indonesia, orang dengan kelainan genetik ini jumlahnya lumayan besar, tertinggi di dunia bersama Italia. Dia menambahkan, perhatian pemerintah terhadap penyakit ini masih belum maksimal, sehingga ini bermanfaat bagi kami.

Biaya pengobatan penyintas talasemia ini besar. Mereka harus terus-menerus melakukan transfusi darah setiap bulan sepanjang hidupnya. Mereka, tambah dia, sangat butuh pekerjaan untuk pengobatan atau menjalani hidup sehari-hari. ”Sehingga, edukasi literasi keuangan ini bermanfaat. Aplikatif digunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari,” ungkapnya. (*/naf/ila)