RADAR JOGJA – Perusahaan finansial teknologi (fintek) peer to peer lending, Amartha, berupaya menyejahterakan perempuan yang menjalankan usaha kecil dan mikro lewat penyaluran modal usaha. Tak hanya peminjaman modal, Amartha juga memberikan pendampingan kepada pelaku usaha agar dapat mengembangkan usahanya.
”Program kami seperti pemberdayaan perempuan, kami menyasar pada usaha kecil dan mikro yang tidak tersentuh oleh bank. Saat ini kami sudah memiliki lebih dari 270 ribu mitra di 4.100 desa di seluruh Indonesia, dengan penyaluran dana sekitar Rp1,2 triliun hingga Juli 2019 ini,” ujar Chief Commercial Officer Amartha Hadi Wenas di sela kegiatan Amartha Village Tour Klaten, Jawa Tengah, Rabu (28/8).
Menariknya, Amartha memberikan pendampingan kepada pelaku usaha melalui metode kelompok atau majelis kepada seluruh mitra peminjam agar usaha mereka bisa tumbuh dan berkembang. Metode ini dinilai berhasil meningkatkan pendapatan perempuan mitra hampir 60 persen dan mengurangi tingkat kemiskinan mitra sebesar 22 persen.
”Amartha yang telah mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya membawa dampak sosial nyata ke masyarakat piramida bawah,” ungkapnya.
Chief Risk and Sustainability Officer Amartha Aria Widyanto menambahkan, Amartha menggunakan sistem tanggung renteng yang dibuat per kelompok (majelis) terdiri dari 15 hingga 20 orang untuk menekan tingkat gagal bayar.
Salah satu contoh pendampingan tersebut adalah Titik Supartina. Bermula dari melakukan edukasi cara membatik tulis di lingkungannya, kini ia berhasil mengembangkan kemampuan membatik para perempuan di sekitarnya dan memberikan upah sebesar Rp 200 ribu per lembar kain batik tulis yang dihasilkan.
”Saya diberikan modal awal pinjaman Rp 1 juta dari Amartha untuk membeli kain dan peralatan pembuatan batik tulis. Alhamdulillah saat ini usaha batik tulis saya sudah berkembang dan banyak dibeli wisatawan baik domestik maupun mancanegara,” ceritanya kepada rekan media siang itu.
Dalam kesempatan tersebut, Amartha juga mengunjungi pelaku usaha kerajinan tali Sri Wahyuni, di Ceper, Klaten. Ia telah menjadi mitra Amartha sejak 2014 dengan pinjaman awal sebesar Rp2 juta.
Sri mengolah tali menjadi kerajinan anyaman dan tali pramuka yang dijual hingga ke luar kota. Usahanya berkembang dan omzetnya kini mencapai jutaan rupiah per bulan. Keuntungan usaha tersebut ia gunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya dan mengembangkan usaha lain yaitu kerajinan lampu hias dari pipa paralon.
Amartha kembali mengajak rumah produksi stik dan keripik sukun di Randusari, Prambanan, Klaten milik Pariyah. ”Saya menjadi mitra Amartha sejak 2014 lalu, dengan pinjaman awal Rp3 juta. Saat ini usaha saya telah berkembang dan dapat memberdayakan warga sekitar untuk membantu saya dalam proses produksi,” paparnya.
Dalam sehari Pariyah mampu memproduksi 2,5 kuintal stik dan keripik sukun dengan omset sekitar Rp8 juta perhari. Produknya pun telah diekspor hingga ke Jepang. (ita/ila)