Radar Jogja – Insiden penyerangan suporter PSIM Jogja yang terjadi di Perengdawe, Gamping, Sleman, 27 Agustus lalu, berbuntut laporan polisi. Senin (2/9), puluhan suporter PSIM mendatangi Polda DIJ didampingi kuasa hukumnya resmi membuat laporan.
“Kami melaporkan atas dugaan tindak pidana kaitannya Pasal 351 (penganiayaan) dan Pasal 170 (pengeroyokan),” ujar kuasa hukum korban Kokok Sudan Sugijarto saat ditemui usai membuat laporan di Mapolda DIJ, kemarin.
Kokok menuturkan, ada sembilan korban yang melapor dari total 10 korban. Untuk korban yang meninggal dunia, juga akan dilakukan pelaporan. Hanya jenis laporannya beda. “Ini kami melaporkan dulu untuk sembilan korban. Nah untuk yang meninggal, akan kami laporkan besok (3/9),” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, rata-rata dari sembilan korban ada luka tembak. Yaitu terkena tembakan pada bagian tangan, kaki, dan badan. Selain itu turut ditemukan luka yang disebabkan oleh benda tumpul. Korban rata-rata kelahiran 1998 hingga 2002.
“Ada satu korban masih di bawah usia. Untuk korban yang meninggal dunia, selain luka tembak pada bagian kiri juga ditemukan luka akibat benda tumpul,” ungkapnya.
Terkait jumlah orang tidak dikenal (OTK) yang melakukan penyerangan dan penembakan, pihaknya masih belum bisa memastikan. Demikian juga dengan arah tembakan dan jumlah OTK yang membawa senapan.
“Yang jelas dari penuturan korban, ada yang kena tembak dari kanan dan kiri. Kami tidak tahu siapa pelakunya. Kami juga tidak tahu motifnya apa,” lanjutnya.
Dalam laporan tersebut, turut dibawa proyektil sebagai barang bukti. Selain itu turut juga hasil rontgen yang menunjukkan ada proyektil. Proyektil diambil dari luka korban. Namun pihaknya belum bisa memastikan jenis proyektil itu terbuat dari plastik atau gotri. Juga dengan jenis senjata.
“Ada salah satu korban yang proyektilnya masih di kaki dan belum diambil. Nanti kalau jenis senjata dan lain sebagainya, biar diselidiki penyidik dulu,” kata Kokok.
Insiden terjadi pada Selasa (27/8). Sekitar pukul 19.30 seusai menonton laga PSIM kontra Mitra Kukar di Stadion Mandala Krida. Saat melintas di Jalan Wates, Gamping, tiba-tiba mendapat serangan. “Ada sekitar 20-an motor. Mereka akan pulang ke Kulonprogo. Kejadiannya sekitar satu jam,” jelas Kokok.
Sementara itu, dari penuturan salah seorang korban, Ryan Amanda Isnanindra, 19, asal Nanggulan, Kulonprogo, dia hendak pulang. Saat mengetahui ada kerusuhan dia bersama teman yang justru ingin menghindari lokasi kerusuhan itu. Namun, saat ingin menghindari justru tangan kanannya terkena tembakan.
“Saya mau menghindar, tiba-tiba ada suara tembakan dan tangan saya sakit. Saya waktu itu posisi di depan. Lalu gantian dengan teman, saya cek tangan, ternyata kena tembakan, kalau teman baik-baik saja,” tutur Ryan.
Terkait pelaku, dia tidak mengetahui secara pasti. Dia juga heran kenapa bisa menjadi korban. Padahal saat pulang dia tidak memakai atribut suporter PSIM. “Ya cuma kena luka tembak pada tangan kanan, walaupun jadi korban tetap bersyukur bisa selamat,” katanya.
Terpisah, Kabid Humas Polda DIJ Kombes Pol Yuliyanto mengatakan, polisi akan memeriksa terutama dari pelapor. Nantinya, akan melakukan penyelidikan berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP). “Dilihat dari BAP, kami nanti akan panggil yang terlibat untuk mengungkap peristiwa tersebut,” katanya.
Mantan kapolres Sleman ini lebih lanjut mengatakan, kerusuhan yang melibatkan suporter mestinya tidak perlu terjadi. Pembinaan juga harus diintensifkan. Bukan hanya dari kelompok suporter, tapi juga melibatkan orang tua. “Karena memang ada suporter yang usia anak-anak. Ini jadi tanggung jawab bersama,” jelasnya.
Dia juga menyayangkan jatuhnya korban jiwa. Sebab, jika semua bisa menahan diri peristiwa itu tidak akan terjadi. “Bola seharusnya menjadi tontonan menarik. Betul ketika di stadion tidak ada masalah, tetapi ketika mereka pulang ada ribut-ribut di jalan. Itu yang sangat disayangkan. Mestinya tidak boleh terjadi,” tandasnya. (har/laz/tif)