KASAK-KUSUK adanya upaya mengganti Sunan Paku Buwono II terus berembus kencang. Beredar isu petinggi VOC di Batavia hendak mengangkat salah seorang putra Pangeran Mangkunegara Kartasura yang telah menetap di Batavia.
Juga ada nama Pangeran Purbaya, paman Sunan. Belakangan manuver Pangeran Mangkubumi yang menawarkan diri menjadi raja dengan mendatangi loji Kompeni di Semarang.
Semua kabar itu sampai ke telinga Paku Buwono II yang tengah berada di Ponorogo. Raja tidak bisa menyembuyikan rasa galaunya. Di tengah kerisauan itu, Sunan kemudian memutuskan melakukan meditasi ke Gunung Sawo.
Dari cerita Babad Pacina, sewaktu meditasi, Paku Buwono II mengalami sejumlah kejadian gaib. Salah satunya ditemui makhluk halus yang mengaku bernama Sunan Lawu. Makhluk halus itu berpesan akan membantu upaya Paku Buwono II merebut kembali takhta Mataram. Bantuan diberikan melalui bala tentara jin.
Terjadi perang batin dalam diri Sunan yang dikenal religius ini, antara menerima atau menolak tawaran makhluk halus itu. Akhirnya Paku Buwono II bersedia menerima bantuan yang diberikan Allah walaupun dalam wujud makhluk halus.
Tidak lama kemudian Sunan mengirimkan utusan ke Gunung Wilis untuk bertemu dengan seseorang yang punya kekuatan supranatural. Namanya Panembahan Sukhondo. Sunan mendapatkan keterangan agar menyerahkan takhtanya kepada putra mahkota, Raden Mas Gusti (RMG) Suryadi.
Dari pengamatan spiritual Sukhondo, ibarat tanaman, Sunan telah disundul oleh bibitnya. Itulah yang menyebabkan kekuasaan Sunan terlihat seperti layu. Paku Buwono II sangat memperhatikan masukan yang disampaikan Sukhondo itu. Tak lama kemudian Sunan mengangkat Suryadi menjadi raja. Sedangkan Paku Buwono II beralih nama menjadi Panembahan Brawijaya.
Meski menjadi panembahan, Paku Buwono II tetap mengendalikan pasukan Ponorogo untuk merebut Kartasura, ibu kota Mataram. Pasukan di bawah komando Mlayakusuma telah sampai di Jagaraga, Ngawi. Tak jauh dari itu juga ada pasukan Madura. Mereka mendirikan kemah di dekat pasukan Ponorogo. Meski berdekatan, kedua pasukan tidak saling serang. Sebaliknya, mereka sedang adu cepat berlomba menuju Kartasura.
Saat sampai di Bengawan Sala, pasukan Ponorogo dan Madura dihadang prajurit Sunan Kuning yang dipimpin Mangunoneng. Pasukan Ponorogo menghadapi kesulitan melawan anak buah patih Sunan Kuning itu. Bala bantuan untuk pasukan Ponorogo segera tiba. Asalnya dari pasukan Surodiningrat. Dia berhasil memukul mundur laskar Tionghoa yang dipimpin Kapitan Sepanjang.
Dalam situasi pasukan Ponorogo terdesak, tentara Madura tidak bersedia membantu. Anak buah Bupati Cakraningrat itu justru menyelinap menyeberang Bengawan Sala. Tujuannya langsung ke istana Kartasura.
Pergerakan pasukan Madura ini membuat panik Patih Mangunoeng. Dia langsung memerintahkan pasukan bergerak mundur. Kepentingannya melindungi takhta Sunan Kuning dari gempuran pasukan Madura.
Sunan Kuning harus menghadapi serangan dari tiga kekuatan sekaligus. VOC dari arah Salatiga dan pasukan Ponorogo serta tentara Madura dari sisi timur. Serangan tiga kekuatan itu bertujuan sama. Melengserkan Sunan Kuning dari Kartasura.
Namun latar belakang dari tiga kekuatan itu berbeda. Pasukan Ponorogo ingin menduduki takhtanya kembali. Ini didukung VOC yang ingin menjaga stabilitas Jawa agar kepentingan bisnis Kompeni tidak lagi terganggu.
Sebaliknya Bupati Madura Cakraningrat punya agenda lain. Dia ingin menjadi merdeka dan terpisah dari Negara Kesatuan Kerajaan Mataram. Cakraningrat juga berobsesi membangun kekuatan militer yang hebat menandingi kekuatan VOC. Tujuannya agar Kompeni tidak bertindak seenaknya terhadap Madura. (laz)