FILM ini adalah sebuah kejutan buat saya karena dari segi sutradaranya saja dipegang Tompi, yang lebih saya kenal sebagai vokalis atau dokter bedah. Kejutannya nggak berhenti di situ saja, ternyata bisa dibilang film ini efektif membuat saya tertawa plong di beberapa adegannya. Genre dramedi termasuk sulit, dan film perdana Tompi ini langsung membuktikan bahwa dia sangat layak diperhitungkan. Karya keduanya kelak bakal menjadi taruhannya.
Berkisah tentang persahabatan dua anak kampung yang sedari kecil bermimpi untuk bisa menjadi pembawa acara terkenal yang tampil di layar kaca layaknya Sonny Tulung dkk. Merantau ke ibu kota adalah memang jalur klise tapi satu-satunya yang mujarab. Satu kerjaan acak dan serabutan mereka sebagai penonton bayaran mengantarkan pada titik balik kehidupan karir mereka di ibu kota. Ironisnya dari titik balik ini persahabatan dan nilai kekeluargaan dalam diri mereka diuji.
Tak berharap banyak sejak awal adalah kunci utama dalam menikmati film ini. Meski konflik utamanya bisa dibilang tak terlalu baru, tapi plot berjalan lancar dengan tempo yang seimbang: perlahan maju melangkah pasti penuh percaya diri.
Desain pengadegannya pun berdosis tepat, berikut gaya dan warnanya. Pemilihan pemeran serba tepat dan terasa mampu didorong oleh si strada untuk memberikan kemampuan mereka yang terbaik. Dinamika duet ngocol Desta dan Vincent hampir tak bisa saya kritisi. Saya nyaman menikmati semua yang mrk perankan dalam film ini.
Yang membuat film ini lebih membanggakan lagi adalah Tompi secara penuh perhatian terasa berhati-hati dalam membawa petualangan emosi penontonnya. Ia semacam sudah berpengalaman saja dalam menentukan kapan dan bagaimana mentransisikan adegan humor ke drama mengharu, begitupun sebaliknya. Ini adalah satu keterampilan penyutradaraan yang tak bisa disepelekan.
Sejumlah kritik sosial (marginalisasi transgender), sinisme terhadap industri hiburan tanah air, dan konflik khas antargenerasi (ortu/ayah-anak) bercampur sedemikian manisnya dalam film dramedi yang menyegarkan ini. Sampai-sampai sejumlah cameo pun keluar-masuk silih-berganti secara mulus dalam adonan alur plotnya.
Menonton film ini adalah sebuah eskapisme yang jarang dalam perfilman domestik. Di sini saya bisa ngakak sengak sendiri, tanpa peduli sekitar. Film ini membuatku makin terheran-heran dengan talentanya Tompi. Semoga dia berencana menghasilkan karya film keduanya. (ila)
*Penulis adalah penggemar film dalam negeri dan penikmat The Chemical Brothers yang bermukim di Jogja Utara