RADAR JOGJA – Dua organisasi wartawan di Jogjakarta, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jogjakarta dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jogjakarta, mengecam keras aksi kekerasan terhadap fotografer Jawa Pos Radar Jogja Guntur Aga Tirtana.
Kekerasan itu dialami Guntur saat meliput laga PSIM Jogja kontra Persis Solo di Stadion Mandala Krida Jogja (21/10). AJI dan PWI mendesak pengusutan tuntas tindak kekerasan tersebut.
Ketua AJI Jogjakarta Tommy Apriando menegaskan, tindakan kekerasan terhadap jurnalis jelas menghalangi hak publik. Khususnya, untuk memperoleh berita akurat sesuai fakta. Akibat dari kekerasan, jurnalis tidak bisa bekerja leluasa di lapangan.
”Jurnalis itu bekerja untuk kepentingan publik. Tindakan para suporter ini menunjukkan betapa tidak pahamnya mereka terhadap aturan hukum,” tegasnya dalam siaran pers, Rabu (23/10).
Kekerasan terhadap Guntur, menurutnya, melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan melawan hukum dan mengancam kebebasan pers.
Pasal 8 secara tegas menyatakan jurnalis dilindungi hukum selama melaksanakan profesinya.
“Pers memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial. Ancaman bagi pelanggarnya pun tak main-main, hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta. Semestinya tidak boleh ada upaya menghalangi kerja-kerja jurnalis,” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan Ketua PWI DIJ Sihono Harto Taruno. Menurutnya, segala bentuk penghalang-halangan terhadap tugas wartawan tidak semestinya terjadi. Termasuk kekerasan terhadap wartawan.
”Kasus tersebut tak dapat diselesaikan secara kekeluargaan karena sifat deliknya biasa, bukan aduan. Karena itu, PWI mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Stop kekerasan terhadap wartawan,” tegas Sihono didampingi Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Hudono. (dwi/amd)