RADAR JOGJA – Sosialisasi tol Jogja-Solo terus dilakukan. Setelah di Bokoharjo (Kecamatan Prambanan), Kamis (12/12) giliran  dilakukan di Balai Desa Selomartani, Kalasan. Ada dua dusun yang terdampak,  Pondok dan Senden 1.

Boimin, salah seorang warga Dusun Pondok mengatakan, seluruh rumah yang dia gunakan untuk usaha bengkel harus dibongkar. Lantaran lokasinya persis di jalur pembangunan tol. “Semuanya kena, harus dibongkar,” ujar Boimin usai sosialisasi.

Rumah itu, kata dia, baru empat tahun ditempati. Dia juga masih bingung untuk mencari lahan pengganti untuk mendirikan rumah kembali. Hanya saja dia berharap ada campur tangan pemerintah dalam mencarikan lahan pengganti. “Yang saya pikirkan lahannya itu mau di mana, masih bingung,” ungkapnya.

Boimin hanya bisa pasrah dan berharap ganti untung yang dijanjikan pemerintah sesuai. Paling tidak lebih tinggi dari harga tanah saat ini. Berdasar dari informasi yang diterima Radar Jogja, kisaran harga tanah per meter persegi di Selomartani  Rp 2,5 juta ke atas.

Harapan serupa juga dilontarkan warga Desa Bokoharjo yang terdampak. Rukiman, 66, salah satunya. Menurutnya, warga terdampak akan kerepotan saat akan mencari tempat untuk pindah. Permintaan warga adalah dibantu dalam penyediaan lahan yang digunakan untuk membangun hunian. “Dibantu dicarikan lokasi tanah dan nanti rumah kami yang bangun,” ujarnya.

Hal itu, menurutnya, untuk menjaga agar tidak ada masyarakat yang tersebar atau terpisah karena ada proyek tol. “Jadi masih satu kampung,” jelasnya.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Jogja-Solo dan Jogja-Bawen Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Wijayanto mengatakan, pemerintah tidak menyediakan lahan pengganti. Pemerintah hanya memberikan pembayaran ganti untung sesuai bidang tanah atau bangunan yang terkena. “Untuk pindah ke mana, nanti dikembalikan ke yang bersangkutan. Kami bayar pakai uang,” jelasnya.

Menurut pria yang akrab disapa Totok ini, dengan mekanisme mencari lahan pengganti  masyarakat justru akan lebih bebas. Karena jika pemerintah melakukan relokasi, justru terkesan lebih mengatur. “Kalau ini monggo uangnya saya serahkan, masyarakat bebas mencari,” ujarnya.

Untuk ganti untung, lanjutnya, akan dilakukan setelah izin penetapan lokasi (penlok) turun dari gubernur. Targetnya Agustus sudah bisa dilakukan pembayaran. “Kalau prosesnya cepat, bisa dimulai untuk ganti untung,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIJ Krido Suprayitno mengatakan, di Selomartani ada 162 bidang yang terdampak. Meliputi sekitar 30 rumah utuh. “Tapi beruntung di sini (Selomartani, Red) tidak ada fasilitas umum seperti makam dan masjid yang terkena,” katanya.

Dari ratusan bidang tanah itu, masih ditemukan dua pemilik di satu bidang tanah. Krido mendata setidaknya ada 175 pemilik untuk 162 bidang tanah. Namun, yang menjadi masalah di Selomartani, justru pada mutasi tanah. Krido menyebut, mutasi tanah masih banyak.

Setidaknya dia mencatat ada 30 nama. “Jadi saya meminta tim satgas lapangan dua minggu untuk menyelesaikan validasi terhadap kepemilikan tanah. Artinya memperbaiki data yang berhak dan terbaru,” pintanya. (har/laz)