RADAR JOGJA – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Sleman mencatat adanya peningkatan keilkutsertaan KB. Data per Oktober menyebutkan peran aktif pasangan usia subur (PUS) mencapai 76,21 persen.

Kabid Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Dinas P3AP2KB Sleman Dwi Wiharyanti optimistis jumlah ini masih akan bertambah. Terlebih hingga saat ini masih ada data berjalan. Khususnya untuk November dan Desember.

“Target keikutsertaan 2019 itu 76,5 persen. Kalau 2018 capaian juga sekitar 76 persen, tapi itu angka hingga akhir tahun. Nah kalau yang saat ini, kemungkinan lebih tinggi capaiannya,” jelasnya ditemui belum lama ini.

Walau begitu ada beberapa permasalahan atas capaian ini. Dari total capaian 76,21 persen didominasi oleh perempuan. Keikutsertaan peserta KB pria hanya 10 persen. Padahal untuk mengikuti program KB tak melulu tanggungjawab perempuan.

Permasalahan adalah munculnya kelompok penolak program KB. Salah satu alasannya bertentangan dengan aturan agama. Padahal jika ditelaah, program KB tak ada penyimpangan. Bahkan secara tidak langsung justru menjaga tingkat kesejahteraan dan kesehatan warga.

“Kelompok yang menolak dengan alasan keyakinan ada 9 persen. Sebenarnya sangat disayangkan, tapi ini sudah pilihan,” ujarnya.

Dwi tak berpangku tangan atas polemik ini. Pendekatan terfokus pada kesehatan reproduksi perempuan. Berupa pengenalan beragam potensi gangguan reproduksi. Setidaknya cara ini bisa meminimalkan munculnya faktor risiko.

Ada gerakan 4T atau empat terlalu yang dikenalkan. Pertama adalah terlalu muda melahirkan. Batas usia bawah ideal adalah 21 tahun. Terlalu tua melahirkan dengan batas maksimal diatas 35 tahun. Terlalu sering atau jarang melahirkan terlalu pendek.

“Keempat adalah terlalu banyak melahirkan. Gerakan 4T mengedepankan pentingnya edukasi akan kesehatan reproduksi. Setidaknya meski menolak KB, warga khususnya kaum perempuan paham faktor resiko melahirkan dengan prinsip 4T,” katanya.

Jajarannya turut mencatat keikutsertaan aktif kecamatan di Sleman. Cangkringan memegang rekor tertinggi untuk kesadaran program KB tertinggi. Sementara Kecamatan Sleman memegang rekor terendah untuk keikutsertaan KB.

“Cangkringan tinggi karena PUSnya lebih sedikit. Kalau PUS tertinggi di Kecamatan Depok, lalu Ngaglik, Godean dan Kecamatan Gamping. Untuk (keikutsertaan KB) kecamatan Sleman memang terendah tapi sudah lebih baik dari tahun lalu,” ujarnya. (dwi/ila)