RADARJOGJA-Ribuan warga dari beberapa wilayah terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) menggelar doa bersama di lokasi Bendungan Bener di Desa Guntur, Kecamatan Bener, Purworejo, Kamis (19/12). Secara tegas mereka menolak nilai ganti rugi lahan mereka yang terdampak. Mereka memanjatkan doa agar pemerintah bisa membuka hati terhadap penderitaan yang mereka alami.
Warga Dusun Kalipancer Desa Guntur Sarjito mengatakan warga menuntut agar proses pembangunan Bendungan Bener dihentikan terlebih dahulu. Kegiatan bisa dilaksanakan lagi jika sudah ada kesepakatan bersama. “Yakni antara pemilik tanah dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak,” kata Sarjito.
Menurutnya, pemberitahuan besaran nilai ganti rugi yang dilakukan pada Senin (9/12) lalu dianggap sangat tidak manusiawi. Warga terpaksa membubuhkan tanda tangan karena merasa takut. “Mendengar kata pengadilan, kami ini sudah takut,” tambah Sarjito.
Warga lain, Purwadi meminta agar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Purworejo bisa membantu masyarakat. Warga berharap bisa menyampaikan keluhan dan penderitaan warga kepada Presiden Joko Widodo. Menurutnya, warga tidak menolak proyek Bendungan Bener. “Tapi kami tidak rela tanah dibayar sangat murah,” kata Purwadi.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Purworejo R Abdullah yang turut hadir dalam kegiatan itu menjanjikan akan membantu perjuangan masyarakat. Dia siap untuk menyampaikan tuntutan warga itu kepada pemerintah pusat. “Derita kalian adalah derita saya. Duka kalian juga duka saya. Selaku anggota dewan yang telah dipercayakan masyarakat Guntur. DPRD berjanji akan memperjuangkan hak-hak saudara semuanya,” janji Abdullah.
Ia menegaskan, DPRD akan mengirim surat kepada Presiden Jokowi. Selain itu, untuk menjaga agar hati warga tidak terluka, dia sepakat pengerjaan proyek Bendungan Bener dihentikan sementara.”Kalau sudah sepakat silakan dilanjutkan kembali,” imbuh Abdullah.
Terpisah PPK Konsturksi Bendungan Bener, Yusran Yahya mengatakan, memang diperlukan kesepakatan bersama antara BBWSSO, DPRD, perwakilan warga, bupati, BPN dan tim KJPP terkait dengan keinginan warga tersebut. Dia menyebut, pengadaan tanah sebenarnya telah diatur dalam UU No 2/ 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Menurutnya, harga tanah yang berhak menilai adalah tim independen. Yaitu KJPP (konsultan jasa penilaian publik) dan harga itu sudah melalui kajian dari tim appraisal KJPP.”Jadi sebenarnya, baik BBWSSO maupun BPN tidak berhak menilai harga tanah warga,” kata Yusran. (udi/din)