RADAR JOGJA – Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X meminta agar para pemuda tetap memegang teguh karakter diri. Termasuk ciri khas identitas kedaerahan. Karena masing-masing daerah memiliki kearifan lokal yang kuat. Seperti wujud dalam pola pikir dan tindakan.
Pesan ini disampaikan di hadapan ratusan taruna Karbol Angkademi Angkatan Udara (AAU), di Komplek Kesatrian AAU Jogjakarta, Senin (6/1). Salah satu pesannya menitikberatkan pada jiwa kepemimpinan, bagaimana mengadaptasi pola pikir yang berangkat dari kearifan lokal.
“Kepemimpinan itu adalah sebuah proses. Diawali dengan mampu memimpin dirinya sendiri lalu orang lain dan kelompok. Saya yakin setiap daerah itu memiliki ketokohan yang kuat dan bisa diserap jiwa kepemimpinannya,” jelasnya di Gedung Balai Prajurit Sabang Merauke AAU, Senin (6/1).
Disebutkan, ada lima aspek yang dibutuhkan untuk memenuhi sifat kepemimpin. Pertama memiliki karakter yang kuat, lalu memiliki kemampuan personal yang mumpuni. Selanjutnya mendalami keahlian interpersonal, fokus dalam setiap bertindak. Terakhir, memiliki kompetensi dalam memimpin organisasi.
Kelima aspek ini menurut HB X memiliki peran yang sangat kuat. Terutama menjadi tiang penyangga dan pengungkit kepemimpian. Aspek-aspek tersebut, lanjutnya, diramu untuk mewujudkan gagasan menjadi sebuah aksi.
“Serangkaian aksi yang berkelanjutan adalah bagian substansial dalam konsep kepemimpinan. Tentu dengan memperhatikan kondisi sekelilingnya. Inilah yang bisa menjadi pegangan, apalagi jika besok sudah bertugas di lapangan,” pesan Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.
Kegiatan ini diikuti oleh 316 karbol AAU. Terdiri dari taruna tingkat dua, tiga dan empat. Selama kegiatan ini setiap taruna bebas mengajukan beragam pertanyaan. Mulai dari tata kota hingga wujud keistimewaan Jogjakarta.
Gubernur AAU Marsda TNI Nanang Santoso berharap wejangan dari HB X dapat diresapi. Sosok pemimpin tak hanya dalam lingkup instansi semata. Namun bagaimana bertindak saat bertugas di lapangan. Terlebih sosok tentara harus kerap bersinggungan dengan masyarakat.
Para taruna diharapkan bisa mengadaptasi nilai-nilai kearifan lokal Jogjakarta. Seperti unggah-ungguh, tata krama dalam kehidupan sehari-hari. Karena, lanjut Nanang, nilai-nilai tersebut mampu menjadi bekal seorang pemimpin. Terlebih bersikap memanusiakan manusia.
“Salah satu kebijakan kami, saat taruna keluar rekreasi, diminta untuk mengoptimalkan sosialisasi dengan masyarakat. Dalam aturan dilarang keras menjadikan rumah atau kontrakan pribadi sebagai tempat rekreasi,” tegasnya.
Arah dari kebijakan ini, agar para taruna mampu memahami dinamika masyarakat. Apalagi konsep ini mewajibkan para taruna mencaari orangtua dan saudara asuh. Harapannya agar ada interaksi sosial dan simbiosis mutualisme.
“Termasuk meneladani tokoh-tokoh di dalam Keraton. Mendalami karakter dan kepemimpinan tentang keberanian, kecepatan mengambil keputusan dan cara menghadapi risiko. Mulai dari sosok Sri Sultan Hamengku Buwono IX,” katanya. (dwi/tif)