RADAR JOGJA – Oknum guru pelaku pencabulan 12 siswi di Seyegan, Sleman selama menjalani pemeriksaan terus berkelit. Pelaku berdalih memberikan pendidikan alat reproduksi dan motivasi. Tapi kenyataannya berbanding terbalik. Hasil visum menunjukkan para siswi mengalami trauma.
Fakta lain turut terungkap selama pemeriksaan. Para korban bercerita bahwa tingkah guru SD Negeri di kawasan Seyegan ini nekat. Aksi pelecehan seksual juga berlangsung di lingkungan sekolah. Tepatnya di ruang usaha kesehatan sekolah (UKS).
”Di UKS itu dalihnya pelajaran alat reproduksi. Usai kejadian itu para korban belum berani melapor karena ada ancaman. Hingga puncaknya saat kemah di Tempel. Korbannya rata-rata sama, jadi korban di UKS dan pada saat kemah,” ujar Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Sleman Iptu Bowo Susilo, Selasa (7/1).
Terkait jumlah korban, Bowo tak menampik akan bertambah. Tercatat hingga saat ini setidaknya ada 12 korban. Namun yang bersedia melapor baru enam korban. Penyebabnya adalah rasa trauma mendalam di siswi dan para orangtuanya.
“Pertimbangan psikologis sehingga tidak diperiksa. Tentunya tetap persetujuan dari orang tuanya. Tapi dari keterangan keenam korban ini sudah menguatkan,” katanya.
Diketahui, aksi tak terpuji dilakukan oleh seorang guru bernama Supardjianto (SUP). Berdalih memberikan materi pelajaran IPA tentang alat reproduksi dan motivasi, pria berusia 48 tahun ini tega menodai siswi-siswinya. Tak tanggung-tanggung, jika ditotal ada sekitar 12 siswa yang mengalami tindakan serupa. Dari total korban, hanya enam yang berani melapor.
Sementara itu, proses penyidikan berlangsung cukup alot. Pasca laporan, Supardjianto baru ditetapkan tersangka per 8 Desember 2019. Dalam keterangan polisi, pria paroh baya ini berstatus sebagai wali kelas 6. Bukti yang menguatkan selain keterangan saksi ada pula visum psikiatrikum kepada korban.
”Hasil pemeriksaan dari psikiater, anak mengalami cemas, sedih, dan ada perasaan ketakutan yang berlebihan. Apalagi saat bertatap muka dengan pelaku. Ini sudah cukup jadi alat bukti kami tetapkan oknum guru ini sebagai tersangka,” tegasnya.
Jajarannya juga tengah mendalami motif utama pelaku. Termasuk ada dugaannya kelainan seksual. Apalagi status pelaku telah berkeluarga dan memiliki anak. Pendalaman sementara, motif utama untuk mendapatkan kepuasan personal.
Terkait status guru dan PNS ternyata menjadi faktor pemberat. Pasal yang dikenakan berlapis. Mulai dari Pasal 82 Ayat 1 dan 2 junto Pasal 76 UU nomor 17/2016 tentang Perubahan Kedua UU nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
“Karena tersangka ini adalah tenaga pendidik, ancaman hukumannya diperberat di Pasal 82 ayat 2. Ancaman minimal kurungan penjara lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara. Pasca pemeriksaan sudah tidak mengajar sejak September,” tegasnya. (dwi/ila)