RADAR JOGJA – Kasi Mitigasi Bencana BPBD Sleman Joko Lelono meminta warga mengantisipasi potensi bahaya musim penghujan. Terutama wilayah di sekitar kawasan lereng Gunung Merapi. Berupa ancaman kiriman lahar dingin yang berisikan material pasir dan batu.
Joko mendorong agar warga, relawan hingga pemangku kebijakan setempat agar memeriksa lokasi kantong lahar. Terutama di sepanjang kawasan Kali Opak dan Kali Gendol. Langkah ini sebagai antisipasi apabila intensitas hujan lebat dan tinggi.
“Sesuai peringatan dini yang dikeluarkan oleh Staklim BMKG. Bahwa ancaman cuaca ekstrem akan berlangsung selama beberapa hari kedepan. Kantong-kantong lahar ini harus senantiasa di cek,” jelasnya, Sabtu (11/1).
Berdasarkan pengamatan terakhir, Joko memastikan kondisi kantong lahar relatif aman. Timnya telah memantau dan mendata seluruh lokasi kantong lahar dingin. Hasilnya, ancaman datangnya banjir lahar dingin belum mengawatirkan.
Pantauan sementara, intensitas hujan tertinggi terjadi awal tahun tepatnya 1 Januari. Saat itu curah hujan di kawasan puncak terjadi cukup tinggi. Alhasil sempat ada peningkatan volume air sungai.
“Hujan deras pertama terjadi di Puncak itu tanggal 1 Januari. Intensitas cukup tinggi tapi ternyata lahar yang turun hanya sampai pucuk Kali Opak saja tidak penuh materialnya,” katanya.
Joko memastikan kondisi kedua sungai masih sangat ideal menampung material Merapi. Saat ini kedalaman rata-rata sungai dihitung dari tebing mencapai 100 meter. Dia meyakini untuk kawasan hulu hingga tengah masih relatif aman.
“Jarak kedalaman tebing kurang lebih 100 meter. Itu kanan kiri sungai, jadi masih ideal menampung kiriman material (lahar dingin) Gunung Merapi. Untuk sementara belum mengkhawatirkan pemukiman yang ada di bawahnya juga,” ujarnya.
BPBD Sleman juga telah mengecek Early Warning System (EWS) yang ada di sepanjang sungai. EWS itu dalam kondisi baik dan beroperasi optimal setiap waktu. Seluruhnya mampu memberi informasi apabila terjadi banjir lahar dingin.
Joko justru menyayangkan kemunculan para penambang. Walau dianggap sebagai rejeki, namun ancaman lahar dingin tetap menanti. Terlebih fenomena ini kerap terjadi tanpa peringatan awal. Bahkan dalam beberapa kasus muncul korban jiwa dan materiil.
“Para penambang di Kali Gendol dan Kali Opak ini yang malah bikin resah. Kalau hujannya lebat, tebing sungai bisa longsor. Padahal sudah ada SOP, kalau hujan apalagi curahnya lebat, langsung berhenti dan pergi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Klimatologi Mlati BMKG Jogjakarta Reni Kraningtyas menuturkan potensi cuaca ekstrem terjadi hingga Minggu (12/1). Tak hanya hujan lebat adapula angin kencang dan petir. Prediksi ini berdasarkan analisis kondisi dinamika atmosfer terkini.
Berkurangnya pola tekanan rendah di Belahan Bumi Utara (BBU) dan meningkatnya pola Tekanan Rendah di wilayah Belahan Bumi Selatan (BBS) menjadi penyebab utama. Terbukti dari adanya peningkatan aktifitas Monsun Asia. Imbasnya terjadi penambahan massa udara basah di wilayah Indonesia.
“Meningkatnya pola tekanan rendah di sekitar Australia dapat membentuk pola konvergensi atau pertemuan Massa udara. Sehingga memicu munculnya awan penyebab hujan cumolonimbus,” jelasnya.
Fenomena ini juga memunculkan gelombang tinggi di kawasan perairan Samudera Hindia. Reni meminta agar nelayan memperhatikan ancaman tersebut. Terutama nelayan yang beroperasi dengan kapal tradisional.
“Potensi ketinggian gelombang laut di perairan selatan Jogjakarta mencapai 2,5 meter hingga 3,5 meter. Baik nelayan maupun wisatawan diminta waspada dan berhati-hati,” pesannya. (dwi/tif)