RADAR JOGJA – Flashmob Golek Menak meramaikan gelaran semi pedestrian Selasa Wage Malioboro. Total sekitar 200 penari menampilkan tarian klasik milik Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini. Tak hanya sekali, tapi empat kali penampilan.
Titik pertama terpusat di Titik Nol Kilometer. Selang 15 menit lalu bergeser ke arah utara, Pintu Barat Kantor Kepatihan. Berlanjut di depan Malioboro Mall dan berakhir di sisi barat Grand Inna Malioboro Hotel.
“Awalnya hanya 150 penari yang mendaftar, tapi sepertinya ini lebih dari 200 penari. Karena terus berdatangan dan spontanitas ikut menari,” jelas Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridhamardawa KPH Notonegoro, Selasa (14/1).
Konsep flashmob kali ini memiliki makna tersendiri. Kanjeng Noto, sapaannya, menceritakan awal mula konsepnya. Berupa kegiatan untuk mendukung prosesi Wayang Orang Golek Menak dengan lakon Jayeng Rono Jumeneng Noto.
Tarian klasik ini merupakan karya ciptaan Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bertepatan dengan momentum naik tahtanya sang raja. Prosesi karya akan berlangsung 7 Maret atau bertepatan dengan 31 tahun Tingalan Jumenengan.
“Wujud promosi pertunjukan wayang orang Golek Menak. Tanggal 7 Maret itu bertepatan dengan beliau Ngarso Ndalem kaping 10 naik tahta,” katanya.
Karya ini diangkat dari berbagai unsur. Salah satunya adalah naskah yang diterima dari pemerintah Inggris. Dalam manuskrip kuno tersebut terdapat karya-karya lawas. Termasuk beragam jenis Beksan milik kraton.
“Tahun lalu menerima manuskrip kuno, salah satunya ada serat menak. Bahkan ada karya milik Ngarso Ndalem kaping 1. Manuskripnya tebal sampai 3000 halaman,” katanya.
Terkait proses flashmob tergolong kilat. Sehari sebelumnya Kanjeng Noto menawarkan ke publik. Berupa keterlibatan dalam karya flashmob Golek Menak. Tentu saja syarat wajib memiliki basis tari klasik.
Proses tatap muka juga sangat minim. Seluruh punggawa flashmob hanya berlatih melalui media digital. Bermodalkan rekaman yang dikirimkan melalui perangkat gawai.
“Baru ketemu tadi jam 2 siang. Langsung belajar blocking dan mencuk sampai jam 3 sore. Ini umum, jadi penari tak hanya dari abdi dalem,” katanya.
Aksi para pelestari budaya ini mendapat respon baik. Pengunjung Malioboro memadati setiap titik pertunjukan. Baik penari putri maupun putra mampu menghadirkan karya dengan apik.
Keikutsertaan dalam Selasa Wage bukan kali pertama. Sebelumnya hadir dengan konsep promosi Catur Sagatra. Kala itu mengahdirkan Beksan Wanara. Berlanjut kemudian Beksan Bugis. Karya ini dihadirkan medio November 2019.
“Responnya bagus sekali. Jadi banyak yang penasaran dengan sejarah tarian klasik. Bahkan adapula yang sampai belajar tari,” katanya. (dwi/tif)