RADAR JOGJA – Maraknya kembali fenomena klithih di wilayah DIJ menimbulkan keprihatinan banyak pihak, apalagi sudah banyak memakan korban jiwa. Menanggapi hal itu, DPRD DIJ mendorong ada upaya pencegahan terhadap aksi kejahatan jalanan ini secara sistematis.
Wakil Ketua DPRD DIJ Huda Tri Yudiana menganggap klithih sebagai fenomena yang sistematis. Sebab, pelajar yang melakukan aksi seperti sudah terskenario. Mayoritas pelaku juga berusia di bawah 17 tahun, sehingga masih bisa lepas dari jeratan hukum.
Untuk menangani klithih, Huda mendorong adanya pembinaan khusus bagi pelajar yang berpotensi melakukan klithih. Pembinaan dilakukan melalui kerja sama antara polisi, TNI, serta pihak sekolah.
“Pelajar ini bisa dibina dari segi kedisiplinan, wawasan hukum, mental, dan sebagainya bekerjasama dengan aparat secara masif. Bisa juga acara outbond atau kemah kedisiplinan,” tandasnya.
Penegakan aturan terkait penggunaan sepeda motor untuk pelajar di bawah umur, juga perlu dilaksanakan. Mengingat pelajar yang belum memiliki surat izin mengemudi (SIM) banyak yang mengendarai sepeda motor saat berangkat sekolah. “Biasanya kendaraan banyak yang dititipkan di penitipan tak jauh dari sekolah,” tambahnya.
Otomatis fasilitas kendaraan umum menuju ke sekolah juga perlu dioptimalkan. Agar penggunaan sepeda motor dapat ditekan. Bisa berupa bus sekolah atau melalui kerja sama dengan penyedia jasa secara mandiri. “Saya usulkan gratiskan Transjogja untuk pelajar,” jelasnya.
Huda melanjutkan, orang tua siswa juga harus dilibatkan dalam penyelesaian masalah kenakalan remaja. Sebab, orang tua adalah penanggung jawab utama pendidikan pada anak. “Pertemuan-pertemuan ortu siswa dengan sekolah dan aparat ini perlu digalakkan lagi,” katanya.
Terpisah, Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X mengatakan, mayoritas pelaku klithih adalah individu yang kurang beruntung. Sebab, mereka harus tumbuh dalam keluarga yang dianggap broken home.
“Dari penelitian kemarin, mayoritas kehidupan rumah tangganya ada kecenderungan bermasalah,” jelas gubernur saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Senin (13/1).
Dia menyarankan perlu adanya dialog antara orang tua dan anak, termasuk dengan saudara mapun anggota keluarga lainnya.
HB X mengaku tengah mengembangkan metode dialog melalui pendekatan budaya guna meningkatkan ketangguhan keluarga.
Selain itu juga memahami beragam masalah pada keluarga di DIJ. “Nanti akan ada pokja (kelompok kerja), tapi konsep dan strukturnya masih kami bahas. Ini demi mewujudkan keluarga tangguh,” tandasnya.
Bapak lima puteri yang juga raja Keraton Jogja ini menganggap, sanksi hukum belum cukup menyelesaikan masalah klithih. Sebab fenomena klithih juga menyentuh permasalahan keluarga. “Siapa tahu anak-anak baru pulang Subuh, karena tidak merasa nyaman saat berada di rumah dan klithih itu menjadi pelampiasannya,” jelasnya.
Nantinya pokja akan menyambangi dari rumah ke rumah untuk berdialog dengan keluarga. Harapannya, pokja dapat memberikan masukan dan penanganan apabila dibutuhkan.
“Selama keluarga tidak pernah diutuhkan, masalah klithih pasti akan ada,” tandasnya. (tor/laz)