SEBAGAIMANA dikatakan Imam piruduh, dia menyarankan sebaiknya mengktitik setelah film tersebut dirilis, hargai dulu karya mereka. Hargai terlebih dahulu karya seseorang.
Dirilisnya trailer film The Santri membikin dunia Indonesia sempat gempar terhadap datangnya film itu. Film yang disutradarai oleh Lizi Zheng dan Ken Zheng merupakan film yang direncanakan akan ditayangkan di Hollywood nantinya. Dengan mengutip dari eksistensi santri, Livi Zheng juga berinisiatif memberitahukan bahwa inilah Indonesia dengan keberadaan santri yang merupakan bentuk identitas bangsa Indonesia.
Menariknya, film yang akan ditayangkan pada Hari Santri Nasional (HSN) 2019 langsung diperani oleh insan yang masih berdarah santri. Film ini menui pro dan kontra. Salah satunya pembesar dari kalangan NU KH Aqil Shiroj. Dia lebih mendukung film The Santri. Menurutnya, film ini mengandung nilai-nilai kesantrian dan kepesantrenan yang memang tertera pada jiwa santri sendiri dan tidak juga mengandung Islam radikal, keras bahkan terorisme. Seperti contohnya toleransi, saling menghormati dan sebagainya.
Terpisah dengan salah satu pembesar dari kalangan habib FPI, yakni Rizieq Shihab. Beliau tidak sepakat dengan film The Santri perihal isi yang ada pada trailernya yang tidak mencerminkan nilai-nilai seorang santri dan pesantren. Bahkan melarang para santri untuk menonton film yang digarap oleh sutradara yang bukan santri.
Hal ini memanifestasikan bahwa film ini patut disebut fenomena penuai kontroversi. Betapa tidak, para pakar ahli saja dan pembesar yang pernah menikmati kehidupan santri masih memunculkan pro dan kontra dalam memaknainya. Baik itu mendukung, memuji dan ada yang menghujat film serta melarang menonton penayangan film tersebut.
Warning statement tadi, hanya berpegang teguh pada trailer film The Santri saja. Tak patut disepakati bahwa film dinyatakan ini baik ataupun tidak sebelum film ini ditayangkan.
Perlu digaris bawahi trailer film merupakan sebuah rangkaian cuplikan adegan terpilih untuk dipamerkan kepada khalayak umum untuk menarik perhatian audiens agar menontonnya. Sutradara film tidak mungkin menayangkan film yang tidak berpotensi “waw” dalam trailer yang mereka tayangkan. Yakin saja, mereka lebih memilih bagian yang paling bagus dari semua video yang mereka kumpulkan menjadi film.
Memang benar dari cover (trailer) sudah tidak layak dipandang. Akan tetapi, perlu diketahui kembali, dunia film terbagi menjadi dua macam. Fiksi dan non fiksi. Dalam dunia film fiksi, seluruh kejadian yang ada pada film tersebut merupakan film yang sama sekali tidak sesuai dengan realita. Tidak nyata dan memang sengaja dibuat-buat. Berbeda dengan film non fiksi. Film ini harus berdasarkan kepada kenyataan atau bisa disebut film dokumenter.
Film The Santri, sesuai dengan trailernya, ada yang menggunakan fiksi. Seperti dunia percintaan. Dan ada juga yang memakai non fiksi. Seperti toleransi. Hal ini menyatakan bahwa film ini memang bukan film yang benar-benar riil sepenuhnya dari cerita kehidupan santri di pesantren.
Melirik perfilman di dunia sering kali sutradara film mencampurkan adukkan antara film fiksi dan non fiksi. Tidak sepenuhnya sutradara berpegang teguh kepada realita film yang akan di produksikan apalagi akan ditayangkan untuk Hollywood.
Nah, aksi semacam inilah yang disebut dengan dramatisasi film. Bayangkan, jika penikmat film menonton tanpa adanya percintaan atau aksi semacamnya. Maka mereka bosan kan. Kemungkinan besar. Jangan salahkan jika perfilman dunia acap kali menayangkan aksi yang tidak sesuai dengan realita.
Jika memang film ini benar-benar dikhususkan mencerminkan kehidupan santri, penulis sebagai santri sangat tidak sepakat karena menampilkan adegan yang tak sesuai dengan santri. Jika sebaliknya, memiliki tujuan untuk menarik perhatian dan diperlombakan. Menurut penulis sah sah saja tapi tidak mencerminkan santri yang hakiki.
Sebagai penonton tidak bisa mengklaim bahwa trailer film demikian. Jika memang ingin memuji atau menghujat, sebaiknya dilaksanakan setelah film selesai ditayangkan, hargai terlebih dahulu.
Tugas sekarang yang harus digencarkan adalah bagaimana tidak terlanjur kepada kontroversi antar belah pihak. Biarpun ada yang sesuai dan tidak sesuai. Intinya, jika setuju atau tidak, lebih baik mengkritik setelah menonton film tersebut. Tulisan ini ditulis dalam rangka menanggapi serta menengah-negahi Kontroversial perilisan film the santri)#HSN 2019. (ila)
*Penulis merupakan santri aktif Pondok Pesantren Nurul Jadid sekaligus reporter Kharisma