RADAR JOGJA – Wakil Gubernur DIJ Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam (PA) X mendorong para petani ikan Koi untuk cermat melihat peluang. Salah satunya mengembangkan kuliner berbasis daging ikan koi. Cara ini diyakini mampu menaikan pendapatan sektor ekonomi.

Walau begitu tak sembarang ikan koi yang bisa diolah. Adipati Kadipaten Pakualaman ini menyarankan ikan koi yang tak lolos kualitas hias untuk diolah. Langkah ini lebih bernilai daripada pemusnahan. Sehingga tetap ada nilai ekonomi walau tak memenuhi syarat sebagai ikan koi hias.

“Daripada dimusnahkan bisa diolah jadi kuliner. Atau bisa diolah untuk pakan ikan juga. Jadi ada perputaran nilai ekonomi daripada cuma dimusnahkan dan dibuang,” pesannya saat mengunjungi Pasar Koi Jogja di Dusun Dawukan, Sendangtirto Berbah, Selasa (11/2).

CEO Pasar Koi Jogja (PKJ) Suryo Jatmiko menyambut positif arahan PA X. Dia mengakui bahwa selama ini pemanfaatan bibit gagal tak optimal. Pertimbangannya meminimalisir angka produksi. Sehingga pemusnahan bibit menjadi pilihan utama.

Jatmiko menuturkan pemilahan ikan berlangsung tiga bulan sekali. Diawali dengan pemilihan indukan yang bagus. Dalam rentang waktu ini sepasang ikan Koi akan menghasilkan ribuan telur. Dari total keseluruhan telur hanya sekitar 10 persen yang berpotensi dibesarkan.

“Nah 90 persen potensial secara ekonominya kurang. Lalu ada arahan dari pak Wagub (PA X) daripada dibuang mending diolah. Jadi pakan ikan yang lain atau menjadi ikan konsumsi kuliner. Ini tantangan buat kami karena pertimbangan nilai ekonominya,” ujarnya.

Pasar Koi Jogja memiliki potensi tinggi. Tercatat saat ini menjadi sentra peternakan ikan Koi hias di wilayah Sleman. Memiliki kolam seluas 4500 meter persegi. Total indukan yang bisa dibesarkan dalam setiap kolam mencapai 100 ekor.

Tak bekerja sendiri, PKJ turut mengandeng masyarakat setempat. Total ada 22 petani ikan yang terafiliasi dengan PKJ. Perannya dengan mengirimkan bibit ikan Koi hias. Untuk saat ini angka produksi mencapai 2000 hingga 2500 ekor perbulannya.

“Yang mendaftar sampai 1000 tapi harus selektif. Untuk saat ini jumlah mitra baru 22 petani ikan. Kedepannya tidak menutup kemungkinan bertambah. Untuk menggenjot produksi perbulannya,” katanya.

Beda dengan ikan konsumsi, Koi, lanjutnya, harus memenuhi aspek kualitas. Sehingga pemilihan induk dan bibit sangatlah selektif. Terlebih pangsa pasar yang disasar merambah luar Jogjakarta. Tak menutup kemungkinan pula memasuki pasar ekspor ikan hias.

Untuk merambah ekspor, perlu konsistensi. Jatmiko menargetkan setidaknya produksi ikan koi hias mencapai 4.000 hingga 5.000 ekor per bulannya. Itulah mengapa PKJ ingin menambah jumlah kemitraan dengan masyarakat.

“Saat ini untuk memenuhi kebutuhan ekspor secara mandiri belum siap. Tapi sudah ada rembugan dengan petani ikan hias di Bogor. Intinya siap menyuplai kebutuhan ekspor dari pintu sana (Bogor). Tapi memang harus benahi dulu di tingkat produksi,” katanya. (dwi/tif)