RADAR JOGJA – Tragedi susur sungai Sempor tak hanya meninggalkan duka. Para korban selamat dan juga siswa SMPN 1 Turi sempat mengalami trauma. Bahkan enam di antaranya sempat mengalami gejala gangguan psikologis.

Ketua Ikatan Psikologi Klinis Indonesia Wilayah Jogjakarta Siti Urbayatun mengakui muncul gejala trauma. Setidaknya saat ini ada enam siswa yang mendapat perhatian khusus. Walau hanya gejala namun tetap wajib mendapatkan pendampingan dari psikolog.

“Terlihat setelah melakukan pemeriksaan psikologis terhadap para siswa peserta susur sungai. Hasil assesment sementara ada enam siswa yang mengalami gejala (gangguan psikis). Masih symptom ya,” jelasnya ditemui di SMPN 1 Turi, Senin (24/2).

Dia tak ingin menganggap sepele gejala ini. Karena dalam tahapan lebih serius, symptom dapat meningkat. Tahapan selanjutnya adalah post-traumatic stress disorder (PTSD). Tahapan ini merupakan gangguan psikis berupa stress pascatrauma.

Hasil identifikasi, para peserta susur sungai mengalami beberapa gejala. Diantaranya muncul perasaan cemas. sedih, marah secara bersamaan. Munculnya perasaan ini akibat trauma kejadian yang dialami secara langsung.

“Seperti secara psikis, emosi anak-anak menjadi sangat labil. Adapula gejala yang sifatnya fisik. Seperti rasa mual sewaktu-waktu. Gejala trauma terwujud dalam perilaku seperti berteriak, menangis hingga histeris,” ujarnya.

Itulah mengapa penanganan psikis sangatlah serius. Setidaknya ada 40 psikolog yang dilibatkan untuk penangan. Jumlah ini masih ditambah oleh tenaga ahli di bidang psikis anak. Harapannya rasa cemas anak benar-benar tersalurkan dan terobati.

Penanganan dan pendampingan psikologi berlangsung sejak Jumat (21/2). Tak hanya kepada siswa tapi juga para orangtua korban. Tim ini juga melakukan pendekatan door to door. Dengan mendatangi rumah-rumah keluarga korban maupun peserta susur sungai.

“Karena terkadang menular. Jadi melihat temannya menangis, sebenarnya empati saja nangisnya, tapi justru terbawa. Jadi ini akan kami pantau terus dengan pendampingan secara intens,” katanya.

Koordinator Lapangan Posko Psikologi SMPN 1 Turi Oneng Nawaningrum tidak bisa memberikan waktu pasti. Menurutnya tak ada takaran luka psikis sembuh dalam hitungan hari. Trauma psikis, lanjutnya, bisa hilang tergantung setiap personal.

Perempuan yang juga menjabat pengurus pusat Ikatan Psikologi Klinis Indoensia ini tak ingin pendampingan setengah-setengah. Walau secara resmi batas pendampingan hanya sepekan. Tapi dia memastikan tim psikis akan intens mendampingi.

“Itulah mengapa kami juga memberikan pendampingan kepada para guru. Jadi kedepan bisa mengatasi jika sewaktu-waktu muncul trauma psikis. Untuk saat ini yang benar-benar intens tinggal satu dari enam siswa. Kami damping intens untuk psikisnya,” katanya. (dwi/tif)