MENGENALI karakter dan gaya belajar siswa merupakan hal penting yang harus dimiliki seorang guru. Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi (Gunawan, 2006:139). Tidak hanya dalam penguasaan materi pembelajaran, tetapi bagaimana menyajikan pembelajaran yang sesuai dengan karakter dan gaya belajar siswa.

Itulah yang mendasari guru menyajikan pembelajaran dengan berbagai metode, model, dan pendekatan yang bervaratif. Dengan tetap berpedoman pada kompetensi dasar yang terdapat pada kurikulum, guru harus berani mencoba menghadirkan pembelajaran dengan “tidak biasa”. Hal ini sesuai dengan konten yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional mengenai “merdeka belajar”.

Dalam membelajarkan materi Bahasa Indonesia, guru dapat menggunakan semua aspek yang terdapat dalam kurikulum, namun sering diabaikan. Misalnya untuk kompetensi membaca dan menulis teks tulis, lisan, dan visual.

Guru biasanya hanya membelajarkan teks lisan dan tulis saja. Padahal, bagi siswa yang memunyai kemauan dan kemampuan dalam teks visual perlu juga diberi kesempatan untuk mengekspresikan kemampuan mereka. Untuk itulah, guru harus bisa “adil” dalam memberikan pelayanan terhadap siswa-siswanya.

Guru harus mampu membaca kemampuan masing-masing siswanya. Misalnya, di kelas, ada anak yang pendiam. Ketika tidak diberi kesempatan untuk berbicara, dia hanya diam. Padahal, ketika guru memberikan tugas menulis, tulisannya panjang dan terstruktur dengan rapi.

Contoh lain, misalnya, ada murid yang lemah dalam menulis, namun berbakat dalam menyajikan secara visual. Guru hendaknya meminta siswa tersebut menggambar sesuai dengan idenya. Ketika guru menemui kesulitan membaca gambarnya, siswa tersebut mampu menceritakan secara lisan.

Kegiatan literasi baca tulis yang dilakukan tidak hanya sebatas pada kegiatan membaca oleh siswa, membaca bersama, menceritakan kembali, atau meringkas isi bacaan. Guru seharusnya juga memvariasikan kegiatan ini.

Contoh variasi yang dapat diberikan misalnya dengan membacakan cerita untuk mereka. Perlu dipahami bahwa membacakan cerita tidak hanya dapat dilakukan di kelas rendah. Siswa yang berada pada kelas tinggi juga perlu dibacakan cerita. Hanya saja, cerita yang dibacakan disesuaikan dengan usia mereka, baik dari segi isi maupun panjangnya cerita.

Melalui pembacaan cerita ini, siswa dapat mengetahui cara membaca cerita yang benar. Selain itu, jika mereka sering mendengarkan cerita, kosa kata dan imajinasi mereka akan semakin luas.

Dalam pembacaan cerita, guru dapat melibatkan siswa untuk sesekali berpendapat. Guru juga dapat memberikan pertanyaan pada awal, tengah, atau pun akhir cerita. Komunikasi ini perlu untuk memfokuskan siswa pada cerita yang dibacakan guru.

Wujud apresiasi karya siswa juga akan lebih baik jika disajikan beragam. Jika selama ini mading menjadi salah satu wujud apresiasi karya, buku antologi karya juga dapat menjadi alternatif dalam mengapresiasi karya siswa. Melalui penerbitan buku antologi, siswa akan merasa bangga sehingga mendorong mereka untuk lebih meningkatkan kemampuan menulis mereka.

Melalui pemberian apresiasi, motivasi siswa untuk berkarya akan semakin meningkat. Apresiasi berupa pemajangan karya atau penrbitan buku antologi juga dapat digunakan sebagai sumber belajar, sumber referensi, dan sumber bacaan.

Pembiasaan dan keteladanan guru juga merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam menumbuhkan motivasi siswa. Guru yang konsisten dengan pembelajaran yang beragam akan selalu dinanti siswanya dengan kejutan-kejutan baru. Demikian juga dengan keteladanan. Guru yang sering menyajikan tulisannya sendiri akan memotivasi siswa untuk menulis. Demikian halnya guru yang memberikan keteladanan sering membaca akan memotivasi siswa untuk gemar membaca. (ila)

*Penulis merupakan Guru SDN 2 Sukorejo Kabupaten Kendal