RADAR JOGJA – Pemerintah Provinsi DIJ menetapkan status tanggap darurat atas penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dikuatkan dengan surat keputusan Gubernur DIJ Nomor 65/Kep/2020. Status ini berlaku 20 Maret hingga 29 Mei.
Sekretaris Provinsi DIJ Kadarmanta Baskara Aji memastikan ada kebijakan praktis. Langkah ini guna memudahkan sarana dan prasarana penanganan Covid-19. Termasuk seluruh sumber daya yang ada, baik dari pemerintah maupun partisipasi masyarakat.
“Jadi itu bagian dari keseriusan Pak Gubernur dan seluruh masyarakat DIJ. Maka seluruh sumber daya yang ada bisa dikerahkan bersama-sama,” jelasnya, ditemui di Kompleks Kepatihan Jogjakarta, Jumat (20/3).
Aji berharap tak ada lagi kesulitan dalam mengakses sarana dan prasarana. Termasuk untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) hingga ruang isolasi. Ini karena arah kebijakan juga berdampak pada penggunaan anggaran.
Salah satu wujud riil adalah turunnya dana belanja tak terduga (BTT), Rp 14,8 Miliar. Dana tersebut sudah bisa digunakan sebagai penanganan Covid-19. Kebijakan ini berlaku surut untuk kabupaten dan kota.
Aji menjelaskan bahwa setiap wilayah memiliki skema penerapan anggaran BTT. Wali Kota dan Bupati, lanjutnya, dapat menindaklanjuti dengan status di masing-masing wilayah. Tentunya tetap mengacu status tanggap darurat provinsi.
“Ya itu bagian dari situ. Kalau ada kesulitan alat-alat, kesulitan ruang isolasi dan lain-lain dengan status tanggap darurat Pak Gubernur lebih mudah untuk mengerahkan sumber daya yang ada,” ujarnya.
Alokasi dana bisa bertambah seiring waktu berjalan. Tentunya berdasarkan evaluasi yang berlangsung selama proses penanganan Covid-19. Skenario tercepat adalah re-desain APBD Pemprov DIJ.
“Kalau misalkan kurang, akan ada re-desain APBD dan Dewan sudah setuju. Alokasinya fokus ke kesehatan, dalam wujud pengadaan disinfektan, sosialisasi edukasi kepada masyarakat hingga penyediaan tempat atau ruangan untuk perawatan,” ujarnya.
Kepala Pelaksana BPBD DIJ Biwara Yuswantana menuturkan ada beberapa pertimbangan penetapan status tanggap darurat. Salah satunya adalah kasus positif Covid-19 di Jogjakarta didominasi imported case. Berupa penularan penyakit yang terjadi di luar wilayah Jogjakarta.
Status tanggap darurat diharapkan mampu membuat penanganan yang masif. Berupa tindakan dan kebijakan yang lebih intensif untuk mencegah terjadinya penyebaran Covid-19. Termasuk kelonggaran kebijakan dalam skema birokrasi pemerintahan.
“Maka harapannya memiliki payung untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan SK itu. Mengingat saat ini juga sudah ada empat kasus positif yang tesebar di kabupaten dan kota,” katanya.
Kebutuhan darurat penanganan terfokus pada medis. Meliputi alat pelindung diri (APD), disinfektan, masker dan kebutuhan lain. Timnya sudah mengusulkan kebutuhan mendesak ini kepada gugus tugas.
“Baru dalam proses pengusulan, kebutuhannya seperti apa. Tidak hanya untuk Covid-19 tapi juga dampak ikutannya. Itulah mengapa gugus tugas ada bidang ekonomi, sosial, pendidikan. Nah itu akan terdampak,” ujarnya.
Setiap bidang memiliki kebutuhan yang berbeda. Tentunya ini berdampak pada pemanfaatan anggaran. Fungsinya sebagai implementasi program dan skema penanganan Covid-19.
“Dana BTTnya Rp. 14,8 Miliar. Soal kemudian butuh berapa itu kan sesuai dengan usulan. Untuk posko gugus tugas kemungkinan di Kantor BPBD DIY,” kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Sekretariat Gugus Tugas. (dwi/tif)