RADAR JOGJA – Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) mulai berdampak pada sejumlah sembilan bahan pokok. Salah satunya adalah ketersediaan gula pasir. Selain menipisnya stok, harga komoditi ini melambung tinggi mencapai Rp 18 ribu per kilogram.
Salah satu pedagang pasar Beringharjo Sriyanti membenarkan adanya kondisi ini. Padahal jumlah pembeli cenderung berkurang setiap harinya. Artinya untuk permintaan memang tak ada peningkatan. Sebaliknya stok justru menipis dan harga melonjak.
“Gula harga naik terus, sekarang sudah Rp 18 ribu awalnya Rp 12 ribu dan setiap hari naik. Mulai naik sejak sebelum Korona lalu ada Korona tambah (naik) lagi. Agak aneh juga karena yang beli itu sepi,” jelasnya, ditemui di los Pasar Beringharjo, Rabu (1/4).
Sepinya pembeli berimbas pada pemasukan harian. Untuk hari normal penjualan gula pasir mencapai satu kwintal perharinya. Sejak merebaknya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), omzet hanya 25 kilogram perharinya.
Kondisi ini sudah berlangsung kurang lebih sejak awal Maret. Karakter pembeli juga berubah pada setiap harinya. Umumnya pembeli di los miliknya adalah pemilik usaha kuliner. Saat ini pembeli didominasi kebutuhan rumah tangga.
“Sekarang kalau mau nyetok ambilnya tidak banyak, takutnya nggak kejual. Soalnya sekarang banyak rumah makan yang tutup,” ujarnya.
Perempuan berusia 63 tahun ini berharap pandemi Covid-19 segera berakhir agar dinamika kehidupan kembali seperti sedia kala. Termasuk roda perekonomian di pasar Beringharjo.
“Semoga Korona segera selesai, kalau berlarut bisa ambruk kita. Buat makan sehari saja susah. Kehidupan di pasar segera normal,” katanya.
Tak hanya gula, Covid-19 turut berdampak pada pedagang beras. Bedanya tidak ada kenaikan harga yang signfikan untuk komoditas ini. Selain itu untuk stok atau ketersediaan beras masih sangat aman.
Pedagang los sembako Pasar Beringharjo Menthuk, 45, memastikan komoditi beras masih stabil. Harga berkisar Rp 9.500 hingga Rp 12.000 per kilogram. Hanya saja ada penurunan drastis jumlah pembeli. Setidaknya omzet menurun hingga 50 persen.
“Biasanya satu hari bisa berjualan sampai 1 kwintal kalau kondisi normal. Sekarang turun, bisa hanya 50 kilogram sehari. Rumah makan udah banyak yang tutup jadi pembelinya turun drastis,” keluhnya.
Penurunan drastis juga dirasakan oleh Sulastri. Perempuan berusia 47 tahun ini bahkan harus mengurangi jam operasional. Dari yang awalnya bisa hingga sore hari menjadi siang hari. Bahkan pernah dalam satu hari buka empat jam saja.
Setali tiga uang dengan Menthuk, Sulastri mengamini adanya pergeseran pembeli. Konsumennya tak lagi pengusaha kuliner tapi kebutuhan keluarga. Kondisi ini sudah berlangsung hampir dua pekan.
“Tapi untuk tiga hari ini sudah agak mendingan, pasar mulai sedikit ramai lagi. Kalau omset biasanya bisa 20 kilogram sekarang bisa 7 kilogram perharinya. Kalau kondisi gini biasanya Dzuhur sudah tutup karena sepi,” katanya. (dwi/tif)