SLEMAN- Pernyataan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang menyebut ada lima fraksi di DPR mendukung perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia mendapat reaksi keras dari kalangan akademisi di Jogjakarta.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Nandang Sutrisno menegaskan, ajaran Islam secara tegas melarang perilaku LGBT. Karena kaum LGBT selalu memperjuangkan hak mereka dengan mengatasnamakan hak asasi manusia (HAM), maka harus ditangkal. Sebab LGBT bukan saja bertentangan dengan ajaran agama, tapi juga melanggar norma sosial masyarakat Indonesia, serta merusak harkat dan derajat kemanusiaan. Bahkan, LGBT dilansir sebagai sumber penularan penyakit mematikan HIV/AIDS.
“Menurut saya HAM yang sesungguhnya adalah yang diberikan secara langsung oleh Allah SWT,” ujarnya menyikapi polemik LGBT Senin (22/1).
Atas dasar hal tersebut Nandang mengimbau masyarakat untuk tidak bertindak permisif dan menganggap perilaku LGBT sebagai hal lumrah.
Ditegaskan, UII sebagai institusi pendidikan tinggi bertanggung jawab terhadap moralitas generasi penerus bangsa. Karena itu dia mengecam segala upaya pelegalan LGBT di Indonesia.
Di sisi lain, Nandang menambahkan, penolakan terhadap perilaku LGBT bukanlah tindakan diskriminatif bagi para pelakunya. Namun, hal itu harus dipandang sebagai bentuk hukuman sosial sebagai tindakan positif untuk mengembalikan pelaku LGBT kembali kepada perilaku yang benar.
Sementara dosen Fakultas Kedokteran UII dr Rosmelia Mkes SpKK menambahkan, perilaku LGBT merupakan gaya hidup yang berpotensi tinggi menyebarkan infeksi HIV/AIDS. Menurutnya, saat ini ada 48 ribu kasus baru HIV/AIDS di Indonesia. Sehingga jumlah total pengidapnya mencapai sekitar 600 ribu orang. Dari jumlah tersebut, kata Rosmelia, separonya pelaku homoseksual.
“Yang berhasil diobati sekitar 13 persen. Gaya hidup homoseksual merupakan jalur yang paling memudahkan penularan infeksi HIV,” jelasnya.
Semakin banyak pengidap HIV/AIDS, otomatis beban pemerintah untuk menanggulanginya semakin besar. Paling ironis HIV/AIDS yang dialami anak-anak yang tertular oleh ibunya. Setiap tahun, kata Rosmelia, jumlah anak pengidap HIV/AIDS bertambah. “Ini menjadi ancaman serius bagi kelangsungan generasi muda di Indonesia. Apalagi kasus terbanyak justru dialami oleh usia yang produktif yang memasuki dunia kerja,” papar dokter spesialis kulit dan kelamin.
Nah, penangkalan terhadap perilaku LGBT di Indonesia otomatis menjadi tindak pencegahan penularan HIV/AIDS. Di Indonesia, kata Rosmelia,banyak lembaga swadaya masyarakat yang melakukan pendampingan pelaku LGBT dan berhasil mengembalikan mereka ke fitrah masing-masing.
Sementara itu, psikolog yang juga dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII Dr rer nat Arief Fahmi MA HRM Psikolog mengimbau masyarakat untuk ikut menyebarluaskan upaya pencegahan LGBT. Pro kontra LGBT harus dipandang dari konsep dasarnya, bawaan genetik, atau pengaruh sosial.
“Banyak kalangan menilai LGBT bukan karena turunan genetik. Makanya perlu ada rehabilitasi bagi pelaku agar kembali ke fitrahnya,” tutur Fahmi.
Adapun tindakan rehabilitasi, salah satunya bisa melalui penguatan fungsi keluarga sebagai kunci pencegah seseorang berperilaku LGBT.
Terkait pro kontra LGBT di Indonesia dan tindak lanjut pembahasan rancangan undang-undang kitab undang-undang hukum pidana (RUU KUHP) di DPR RI, UII meminta dewan memasukkan tindakan LGBT sebagai perbuatan pidana yang harus diberikan hukuman berat. Karena meresahkan masyarakat dan membahayakan moral bangsa. Sedangkan bagi pelaku LGBT diminta segera bertaubat dan merehabilitasi diri dari kecanduan gaya hidup menyimpang itu, baik secara psikologis maupun medis. (ita/yog/mg1)