Genre Beda, Eksplorasi Musik Justru saat Live di Panggung
Sebuah jalan di daerah Maguwoharjo, Sleman, menjadi saksi dipersatukannya enam musisi ini. Nama jalan itu kemudian dipilih untuk menamai band mereka, Tashoora. Belum genap satu tahun berjalan, band ini sudah mencuri perhatian publik.
TATANG GURITNO, Sleman
“Di antara kami saat itu yang punya studio band pribadi adalah Dita (vocal, akordion, keyboardist Tashoora). Kami jadi bisa sewaktu-waktu
pakai studionya untuk berlatih. Kebetulan studio itu juga ada di rumah Dita di Jalan Tasura. Akhirnya kami modifikasi dikit jadi Tashoora.
Secara esensial sesimpel itu sebuah nama tempat kami bertemu,” cerita Sasi Kirono, gitarist Tashoora.
Salah satu nilai plus Tashoora begitu cepat menjadi perhatian publik karena mereka sangat idealis dalam proses menciptakan karya. Bahkan meski baru tampil perdana 26 Agustus 2017, mereka sudah mulai menggarap arasement lagu sejak September 2016.
“Setiap personel kami punya identitas bermusik berbeda. Genre kami berbeda satu sama lain. Maka perlu workshop bareng biar mengerti satu
sama lain,” terang Danang Joedodarmo, vokalist dan gitarist.
Buat Tashoora, menjadi seniman musik, memiliki band, tidak lantas harus mengejar keuntungan. Mereka nampak lebih mementingkan kepuasan pribadi dalam setiap karya yang mereka telurkan. Maka jangan kaget kalau Tashoora adalah salah satu band yang kalau sound check bisa menghabiskan banyak waktu.
“Misalnya waktu latihan di studio dua jam, satu jam sendiri kami pakai buat balancing. Karena buat kami kalau kamu mau band-bandan, ya harus paham semuanya. Dari A sampai Z. Bahkan sampai ke hal paling kecil seperti kabel misalnya,” tambah Danang.
Semua aktivitas itu buat Tashoora wajib dilakukan agar masing-masing tahu betul suara yang dimunculkan dari tiap playernya.
Menariknya, ada logika yang terbalik dilakukan Tashoora. Kalau kebanyakan band justru menggunakan momen latihan di studio untuk eksplorasi musik mereka, Tashoora justru ketika live di panggung.
“Dokumentasi video setiap manggung harus ada, karena justru ketikalive kami bereksplorasi. Mau nambahin arasement ya dibawain di
panggung. Setelah manggung baru evaluasi, oh kurangnya apa. Karena kalau permainan musikmu sudah enak dibawain di atas panggung, coba
bayangin kalau recording? Pasti bakal lebih oke,” tutur Danang.
Sebagai band pop alternatif, Tashoora tak ragu membawakan lagu dengan lirik-lirik cukup keras yang merepresentasikan berbagai kondisi sosial di masyarakat saat ini. Buat mereka, lirik lagu kritis, enggak selalu harus dibawakan dengan genre keras seperti rock atau metal, tapi bisa juga dengan genre pop.
“Sebenarnya proses kreatif dalam pembuatan lirik ini banyak melihat fenomena sosial. Kami mengangkat seputar kehidupan masyarakat yang
rasanya tidak terbuka dengan perbedaan. Juga terinspirasi dari persoalan agama, politik, dan lain sebagainya. Tapi kami percaya tema
berat itu bisa dibawakan dengan genre pop,” jelasnya.
Tashoora percaya sebagai band baru, satu hal penting adalah dengan langsung berusaha menelurkan karya. Meski juga beberapa kali mengarasement lagu dari band lain seperti Efek Rumah Kaca dan FSTVLST, Tashoora juga sudah cukup kondang dengan lagu mereka seperti Ruang, Terang, dan Tatap.
“Ya, sebagai seniman kami ingin karya kami didengar. Salah satu caranya ya dengan musik. Jadi memang dari awal harus sudah punya karya sendiri,” celetuk Gusti Arirang, vokalist dan bassist Tashoora.
Enam personel ini percaya kunci sukses menjalankan sebuah band adalah dengan cara saling percaya. Mereka berpesan buat siapa pun yang ingin memulai karya di bidang musik dengan band, kuncinya adalah saling percaya.
“Dalam satu band kita harus saling percaya, biar nanti ada pembagian peran yang jelas. Kalau dari segi lirik musik aku sama Gusti, tapi dari segi arasement ya kami sudah percayakan ke Dita, Sasi dan Danu. Kalo sudah saling mempercayakan dan menjalankan peran masing-masing, band akan berjalan baik,” pesan Danang, mewakili Tashoora. (laz/mg1)