KULONPROGO – Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI kembali menggelar Seminar Merajut Nusantara. Kegiatan yang digelar bersama Komisi I DPR RI itu kali ini menyoal isu pemanfaatan media sosial di era digital.
“Ada budaya di kalangan generasi saat ini mereka tidak bisa dipisahkan dari smart phone yang terkoneksi dengan internet. Hubungan seperti oksigen yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan,” ungkap Staf Ahli Menteri Kominfo RI Henry Subiakto.
Menurut Henry, dengan budaya tersebut, anak muda menyelesaikan persoalan melalui internet dan gawainya. Mereka punya ciri menyukai kecepatan, kemudahan dan inovasi. Juga peduli lingkungan dan isu-isu keadilan serta sosial politik. “Mereka suka menjadi relawan partisipatif,” ujar Henry saat menjadi pembicara di Hotel King Wates, Kulonprogo pada (20/3).
Menyikapi itu, ada banyak hal yang harus diajarkan kepada mereka. Antara lain sikap bijak, imajinasi dan kreativitas. Pemikiran yang independen, budaya, etika serta moral. “Juga nilai kemanusiaan, ajaran agama, kolaborasi dan kerja-kerja tim,” ulas pria asal Jalan Taman Siswa Jogja ini.
Henry yang menamatkan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Jogja ini mengungkapkan, pionir digital di Indoneia digerakkan anak muda. Dewasa ini ekonomi digital berkembang pesat. Ekonomi digital khususnya e-commerce pada 2013 mencapai Rp 75 triliun. Kemudian pada 2016 tercatat naik menjadi Rp 380 triliun. Road map e-commerce pada 2020 mendatang menembus angka Rp 130 triliun.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Hanafi Rais lebih menyorot munculnya berita-berita hoax (palsu). Kondisi itu mengakibatkan masyarakat Indonesia mengalami fase post truth society. Atau masyarakat pascakebenaran.
“Dari sosial media, kita sering melihat berita yang viral justru berasal dari citizen journalist,” ungkapnya. Akibat peralihan masyarakat menuju sosial media itu menyebabkan banyaknya berita hoax tersebar.
Semakin banyak orang beralih ke media sosial. Semakin banyak orang memproduksi dan menyebarkan informasi yang mereka suka. “Apalagi media sosial dengan cepatnya menyebar dalam hitungan detik,” kata Hanafi.
Menyikapi itu perlu kesadaran literasi media bagi masyarakat dan pentingnya pengetahuan tentang UU Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE).
“Pemahaman UU ITE agar masyarakat paham etika menggunakan media sosial,” ulasnya.
Praktisi Nazaruddin SH mengungkapkan, media sosial menjadi wadah bersosialisasi. Media sosial membantu para penggunanya bersosialisasi dengan orang lain. “Sosialisasi dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, melampaui dimensi ruang dan waktu,” kata Nazar.
Media sosial juga dipakai banyak orang menggantikan buku harian. Dulunya dipakai menuliskan catatan-catatan pribadi dan curahan perasaan (curhat). Karena mudah penggunaannya dibandingkan buku harian, media sosial menjadi pilihan yang lebih sering digunakan sebagai media curhat.
“Media sosial dengan keunggulannya menjadi jembatan memertemukan dengan teman lama, rekan bisnis yang putus kontak maupun saudara kandung yang terpisah lama,” bebernya. Di samping itu menjadi wadah bertemu teman baru, saran hiburan, penyaluran hobi dan sarana berbagi informasi terkini. (kus/mg3)