JOGJA – Untuk kali pertama, rakyat Indonesia, Rabu (17/4) mencoblos wakil rakyat di parlemen bersamaan dengan presiden dan wakil presiden. Ada lima surat suara sekaligus yang harus dicoblos. Yakni, presiden-wakil presiden, DPD RI, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Para tokoh di DIJ pun berbondong-bondong bersama keluarga menuju TPS (tempat pemungutan suara). Di antaranya Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono X.
Raja Keraton Ngayogyakarta ini mencoblos di TPS 15 Panembahan Kraton. Sekitar pukul 07.53. Usai mencoblos, HB X menceritakan pengalaman kali pertama mengikuti pemilu serentak.
HB X mengaku pemilu kali ini tidak jauh berbeda. Hanya, HB X membutuhkan waktu hingga enam menit. Mulai membuka kertas suara hingga mencelupkan jari kelingking ke tinta. Penyebabnya, surat suara yang harus dicoblos tidak hanya lebih banyak dibanding Pemilu 2014. Melainkan juga karena surat suara Pemilu 2019 hanya mencantumkan nama.
”Kalau pemilih yang tidak ada bayangan siapa (yang dipilih) harus mencari yang dia kenali. Kalau saya cenderung lebih baik gambar orang daripada nama,” ucap HB X menyoroti surat suara Pemilu 2019.
HB X juga menyoroti ukuran surat suara dan bilik. Menurutnya, ukurannya tidak proporsional. Ukuran kertas suara jauh lebih besar dibanding bilik. Akibatnya, pemilih tidak leluasa saat membuka atau melipat surat suara.
Sebagaimana diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang mendesain ukuran surat suara Pemilu 2019 jauh lebih lebar. Ukurannya 51 X 82 cm. Pemilu 2014 hanya 50 X 42 cm. Sedangkan bilik Pemilu 2019 memiliki lebar 50 cm dan sisi kanan serta kiri berukuran 60 cm.
”Tidak ada surat suara yang rusak. Rusaknya setelah saya coblos,” kelakarnya.
Terlepas dari itu, HB X berharap penyelenggaraan pemilu sukses. HB X menargetkan tingkat partisipasi pemilu di DIJ lebih dari 80 persen.
Khusus kepada elite nasional, HB X berpesan agar bisa menyikapi hasil penghitungan suara dengan legawa.
”Kalah menang itu suatu hal yang wajar, saya kira (harus bersikap) ikhlas saja,” tuturnya.
Hampir seluruh anggota keluarga HB X ikut mencoblos di TPS 15 Panembahan Kraton. Kecuali GKR Mangkubumi, KPH Wironegoro, dan KPH Yudhonegoro.
Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyalurkan hak politiknya di TPS 105 RT 01 RW 53 Dusun Sambilegi, Maguwoharjo, Depok, Sleman. Mengenakan baju batik, Mahfud datang ke TPS dengan menggandeng kedua cucunya. Didampingi istri serta anak-anaknya.
Dengan berjalan kaki, Mahfud sekeluarga sampai TPS pukul 09.20. Lima menit kemudian, tokoh kelahiran Madura ini masuk ke bilik suara nomor 1.
Mahfud juga punya pandangan hampir serupa dengan HB X. Menurutnya, Pemilu 2019 agak berbeda dengan Pemilu 2014. Lantaran surat suara yang dicoblos lebih banyak. ”Hampir lima menit untuk satu orang,” katanya.
Lamanya waktu di dalam bilik, kata Mahfud, juga disebabkan surat suara. KPU hanya mencantumkan gambar untuk surat suara calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres). Surat suara DPD RI, DPR RI, hingga DPRD kabupaten/kota hanya berupa nama dan nomor urut. Kondisi ini menyebabkan pemilih yang belum mengenali calon harus membaca satu per satu.
”Memang agak repot. Banyak calon yang belum kenal, sehingga harus satu per satu mencari dan membayangkan rekam jejak,” ungkapnya.
Ketika disinggung mengenai quick count, Mahfud meminta masyarakat menunggu hasil penghitungan resmi dari KPU. Meski margin eror quick count sangat minim. ”Tapi semua harus dihitung manual. Masyarakat jangan sampai terkecoh,” pintanya.
Sementara itu, proses pemungutan suara di wilayah Sleman mendapat perhatian khusus Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Muhammad Effendi.
Bersama Kapolda DIJ Irjen Pol Ahmad Dofiri dan Danrem 072/Pamungkas Brigjen TNI Mohammad Zamroni, Pangdam memantau beberapa TPS di Bumi Sembada. Itu lantaran Sleman menjadi wilayah dengan pemilih tambahan paling banyak.
“Sebagian besar mahasiswa luar daerah. Jumlahnya mencapai 25 ribu,” ungkap Pangdam saat meninjau TPS 104 di SDN Kentungan. Di Kecamatan Depok saja terdapat 11 ribu calon pemilih tambahan berdasarkan data A5.
Dalam kesempatan itu Effendi mengimbau masyarakat tetap menjaga suasana kondusif hingga masa penetapan presiden maupun anggota DPR, DPRD, dan DPD terpilih. “Setelah pencoblosan silaturahmi harus tetap kita jaga bersama,” tuturnya.
Pangdam menegaskan, dalam pemilu tidak ada istilah kalah dan menang. Karena pada hakikatnya semua rakyat Indonesia adalah satu bangsa. Oleh karena itu, Pangdam berharap masyarakat pendukung presiden terpilih tak perlu menyambutnya dengan euforia secara berlebihan. (dwi/har/zam/rg)