SLEMAN – Mundurnya pencairan honor kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di Sleman berbuntut.

Senin (22/4) seratusan petugas KPPS ngeluruk kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sleman untuk menuntut hak mereka. Di DIJ hanya honor KPPS Sleman yang belum cair hingga kemarin. Atau sampai lima hari setelah pemungutan suara 17 April lalu.

Ketua Komunitas Peduli KPPS Sleman R. Muh Yadidi menilai keterlambatan pembayaran honor merupakan bentuk ketidakprofesionalan kinerja lembaga KPU.

Dia tidak bisa menerima alasan KPU soal keterlambatan pencairan honor KPPS. Yakni soal waktu untuk verifikasi latar belakang pekerjaan petugas KPPS.

“Proses tersebut harusnya sudah selesai saat calon petugas KPPS diseleksi dan dinyatakan lolos,” ungkapnya kemarin.

Ketua KPPS Tempat Pemungutan Suara (TPS) 9 Minomartani, Ngaglik, itu menambahkan, telatnya pembayaran honor berpengaruh terhadap minat masyarakat menjadi KPPS. Apalagi besaran honornya dicap tak sebanding dengan beban kerja. “KPPS harus kerja keras. Bahkan tak sedikit yang tak tidur 24 jam untuk menyelesaikan proses rekapitulasi suara,” beber Yadidi.

Sebagaimana diketahui, honor ketua KPPS sebesar Rp 550 ribu, anggota Rp 500 ribu, dan linmas Rp 400 ribu. “Kalau ada pemilihan kepala daerah (pilkada) biar KPU yang jadi KPPS,” katanya kesal.

Yadidi mendesak KPU Sleman membayarkan honor KPPS paling lambat hari ini, Selasa (23/4) pukul 24.00. “Jika masih diingkari kami akan memproses seuai perundang-undangan,” ancamnya.

Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Sleman Ahmad Baehaqi berjanji segera mencairkan honor KPPS dan linmas yang totalnya mencapai Rp 15 miliar. Untuk seluruh petugas KPPS di 3.392 TPS se-Sleman. “Kalau bisa besok (hari ini, Red) sudah bisa ditransfer ke sekretariat panitia pemilihan kecamatan (PPK),” ujarnya.

Dari PPK, dana tersebut diteruskan ke panitia pemungutan suara (PPS). Lalu ke KPPS.

Dalam kesempatan itu Baehaqi lagi-lagi beralasan bahwa keterlambatan pencairan honor KPPS karena masalah administrasi. Dia berdalih telah terjadi keterlambatan penyerahan data petugas KPPS ke KPU. “Ada KPPS yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan datanya dikirim 18 April,” kata Baehaqi. “Bahkan ada yang belum lengkap. Format seperti PNS golongan berapa itu dikirimnya terlalu mepet,” tambahnya.

Secara prosedur, lanjut Baehaqi, pencairan honor KPPS tidak harus pada hari-H pencoblosan. Menurutnya, pencairan honor KPPS tergantung kebijakan masing-masing pengguna anggaran. “Kebijakannya ada di sekretariat KPU Sleman,” kelitnya.

Adapun honor yang akan diterima para petugas KPPS masih harus dipotong pajak 3 persen.

Sementara itu, kasus hampir serupa terjadi di Gunungkidul. Di Bumi Handayani honor pengawas TPS yang belum cair. Ironisnya, hingga kemarin belum ada kejelasan kapan mereka bakal menerima hak sebesar Rp 550 ribu itu.

Sejauh ini pengawas TPS hanya menerima uang bimbingan teknis (bimtek), uang makan, dan uang transport.

“Total honor Rp 1,2 juta. Uang bimtek dua kali Rp 400 ribu, transport dan uang makan Rp 150 ribu,” beber Yesica Novaria Aveni, pengawas TPS di wilayah Kecamatan Ponjong.

Komisioner Bidang Pengawasan, Humas, dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Gunungkidul Rosita tak menampik masalah tersebut. Kendati demikian, dia memastikan sisa honor pengawas TPS bakal segera dicairkan langsung melalui rekening masing-masing.

“Hari ini (kemarin) anggaran sudah turun. Tinggal dirapatkan untuk kemudian diserahkan kepada pengawas TPS,” katanya.

Di Gunungkidul total ada 2.718 TPS. Setiap TPS diawasi seorang pengawas.

“Yang jelas, kami tidak seperti di Sleman. Pencairan honor pengawas TPS karena terkendala hari libur,” ujar Rosita. (har/gun/yog/rg)