) Malioboro tidak mendapatkan keluhan. Tapi tidak ada laporan ke UPT Malioboro bukan berarti kawasan tersebut bebas masalah selama liburan.

Kepala UPT Malioboro Ekwanto mengakui jajaranya tidak menerima laporan dari pengunjung. Hanya saja keluhan justru langsung diunggah ke sosial media. Dia menyayangkan tindakan tersebut. Ini karena pengunjung tidak langsung mendapatkan solusi. Jajarannya juga tidak bisa menindak oknum nutuk harga. Meski begitu UPT Malioboro tetap menindaklanjuti keluhan para pengunjung.

“Kalau seperti itu (mengeluh di medsos) kami sulit melacaknya, siapa korbannya lalu pelakunya. Kami juga tidak mengetahui kronologi dan detail kejadian. Medsos itu kan tidak langsung terkoneksi ke UPT kami,” jelasnya ditemui di Kantor UPT Malioboro, Selasa (11/6).

Dua kasus yang sempat mencuat adalah pembeli gudeg di depan Pasar Beringharjo dan tukang becak. Untuk kasus gudeg langsung teratasi. Hanya saja kewenangan berada dibawah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jogja.

Sementara untuk kasus tukang becak belum terpecahkan. Ini karena korban tidak menyertakan detail lokasi dan bukti lainnya. Dalam kesempatan ini Ekwanto menegaskan kewenangannya hanya sebatas kawasan Malioboro.

Kasus ini berawal dari seorang wisatawan yang memanfaatkan jasa tukang becak. Perjanjian awal penumpang hanya dikenakan tarif Rp 10 ribu. Setibanya di lokasi penarik becak meminta Rp 30 ribu. Dalam postingan itu juga tidak disertakan lokasi kejadian.

“Sayang tidak ada bukti apapun nggih, misalnya wajah tukang becaknya. Kami sangat sulit untuk melacaknya. Detail wilayah juga, kadang kejadian di alun-alun utara tapi itu bukan (wilayah) wewenang kami. Termasuk lorong dan gang sepanjang Malioboro itu tanggungjawab kecamatan,” jelasnya.

Laporan justru didominasi pengunjung terpisah dari rombongan. Rata-rata pengunjung yang terpisah adalah usia anak-anak. Mayoritas penyebab adalah lalainya orangtua dalam menjaga anaknya. Meski begitu seluruh laporan kehilangan langsung teratasi.

“Dua-duanya, anaknya yang terpisah jalan sendiri atau orangtuanya yang asik belanja atau bermain handphone. Hampir setiap malam pasti ada laporan,” ujar mantan Lurah Prawirodirjan itu.

Kesempatan berbeda Direktorat Lalulintas (Ditlantas) Polda DIJ juga memberikan catatan khusus. Berupa pelanggaran parkir kendaraan roda empat. Didominasi kendaraan luar Jogjakarta terutama di kawasan selatan Stasiun Tugu. Hampir setiap harinya kendaraan berjajar dari arah barat hingga timur.

Wakil Dirlantas Polda DIJ AKBP Yugonarko menyayangkan tingkah wisatawan. Meski tidak memberikan tilang namun tetap ada tindakan tegas. Setidaknya personel patroli mengempiskan ban kendaraan. Sayangnya tindakan tegas ini tidak mengurangi tindakan pelanggaran.

“Biasanya cari mudahnya asal parkir. Memang tidak kami tilang tapi ban kendaraan kami gembosi. Parkir (di marka) biku-biku itu terlarang. Apalagi sampai memakan setengah badan jalan. Jadi penyebab macet,” ujarnya. (dwi/pra/zl)