PURWOREJO – Dosen Administrasi Bisnis Politeknik Sawunggalih (Polsa) Kutoarjo Agus Fitri  mengatakan, diperlukan langkah-langkah bijak dari pemkab untuk mengatasi permasalahan Pasar Baledono. Permasalahan ini pun sebenarnya tidak hanya dialami oleh Baledono, namun hampir semua pasar tradisional.

“Kebetulan saya tinggal di Kutoarjo dan biasa mengamati Pasar Kutoarjo pun kondisinya relatif sama. Lebaran yang jadi ukurannya, Lebaran kali ini pun jauh lebih sepi dibanding tahun lalu,” tutur Agus yang juga pemerhati UMKM ini.

Dia menilai ada pergeseran budaya dari masyarakat seiring kemajuan teknologi. Banyak masyarakat yang mengabaikan komunikasi langsung dengan penjual untuk mencukupi kebutuhan yang diinginkan.

“Sekarang orang berusaha itu tidak perlu lapak atau kios. Ada teman saya yang bisa menjual lebih dari 100 pieces baju dalam Lebaran lalu. Dia tidak punya lapak atau kios. Dan pembayaran dilakukan secara COD (cash on delivery),” kata Agus.

Dia pun sempat melakukan test case terhadap mahasiswanya. Satu pertanyaan yang diajukan adalah seberapa sering mereka datang ke pasar tradisional untuk membeli sesuatu. Ternyata sebagian besar memilih membeli secara online untuk kebutuhan-kebutuhannya.

“Melihat fenomena yang ada, memang untuk menggairahkan kembali masyarakat datang ke Pasar Baledono ya butuh terobosan. Katakan di lantai 2 itu diberikan food court atau wahana permainan anak, atau apalah yang bisa menarik masyarakat,” katanya.

Untuk itu pemkab bisa melakukan kerja sama  dengan pedagang atau pihak ketiga lain. Ketua Gerakan Kewirausaahaan Nasional Cabang Purworejo ini secara khusus Agus menyampaikan, permasalahan masih sepinya Baledono sebenarnya tidak bisa langsung disalahkan kepada pemkab semata.

Dia melihat pemkab sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun secara kebetulan Pasar Baledono bisa mulai digunakan setelah muncul pergeseran budaya membeli dari masyarakat. (udi/laz/er)