JOGJA – Konsep semi pedestrian kawasan Malioboro di uji coba Selasa (18/6). Namun, konsep yang rencananya akan diterapkan setiap Selasa Wage itu bukan tanpa kekurangan. Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono X menilai salah satu yang harus dievaluasi adalah ketersediaan sarana infrastruktur penunjang. Seperti kantong parkir.
Orang nomor satu di DIJ itu memantau langsung uji coba konsep semi pedestrian kawasan Malioboro. Ikut mendampingi beberapa pejabat teras pemprov dan Pemkot Jogja. Di antaranya, Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti dan Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi.
HB X meminta penerapan konsep itu tak saklek. Bus pariwisata yang mengangkut wisatawan menuju hotel di kawasan Malioboro tetap diperbolehkan masuk. Sebab, satu-satunya akses hanya melalui Jalan Malioboro. Toh, beberapa hotel di kawasan Malioboro telah lama beroperasi. Sebut saja Hotel Mutiara.
”Yang perlu dipertimbangkan, kalau ada turis mau lewat dan mau nginep di (Hotel) Mutiara. Bus (yang mengangkut turis, Red) bisa masuk, namun hanya untuk ngedrop wae,” jelas HB X di sela melakukan pemantauan.
Berbekal uji coba ini, HB X berjanji melakukan evaluasi. Sekaligus merencanakan berbagai event di kawasan Malioboro. Di antaranya pementasan kesenian tradisional. Agar kawasan Malioboro tetap bergeliat saat konsep semi pedestrian diterapkan.
”Mungkin juga pameran patung dan pameran lukisan dari masing-masing desa di kabupaten,” ujarnya.
Penerapan konsep ini bagi pedagang kaki lima (PKL) bak buah simalakama. PKL di kawasan Malioboro meyakini penerapan konsep itu mampu mendongkrak omzet. Sebab, seluruh wisatawan bakal berjalan kaki. Persoalannya, jarak parkir dan lokasi berjualan cukup jauh, sehingga PKL kesulitan memasok suplai barang dagangan.
”Semoga akses untuk suplai komoditas benar-benar ada,” harap Sawal Seputra, PKL di kawasan Malioboro.
Bagi PKL yang berjualan di sisi barat pintu kantor kompleks Kepatihan ini, tak ada lagi akses jalan terdekat saat konsep semi pedestrian diterapkan. Jalan Pajeksan yang bisa menjadi alternatif diberlakukan satu arah. Menuju ke barat. Dengan begitu, satu-satunya akses yang memungkinkan adalah Jalan Sosrowijayan.
Selain PKL, perhotelan juga beradaptasi. Hotel Grand Inna Malioboro, misalnya. Hotel yang terletak di ujung barat Jalan Malioboro ini mengubah pintu masuk.
”Biasanya pintu keluar masuk melalui pintu utama di Malioboro kami ubah. Pintu masuk dari jalan Mataram tepat selatan Gardu Aniem. Kemudian keluarnya lewat yang Abu Bakar Ali langsung ke arah Pasar Kembang,” jelas Public Relations Manager Grand Inna Malioboro Retno Kusumaningrum.
Dari pantauan, tidak sedikit warga dan wisatawan yang memanfaatkan lengangnya kawasan Malioboro. Ada yang sekadar berjalan kaki. Ada pula yang bersepeda. Bahkan, tidak sedikit yang berolahraga.
”Saya jarang lewat (Jalan Maliboro, Red). Apalagi, bersepeda. Karena lalu lalang kendaraan sangat padat,” ucap Mursyid, 20, warga Kota Jogja.
Sebagai warga, Mursyid mendukung penerapan konsep ini. Dia meyakini konsep semi pedestrian kawasan Malioboro tak akan mengurangi minat wisatawan.
”Mungkin (diterapkan) tidak hanya Selasa Wage. Tapi, bisa saat weekend,” sarannya.
Ghanim Ahmad, warga lainnya juga mengapresiasi penerapan konsep semi pedestrian. Bahkan, pria 32 tahun ini mendukung jika konsep ini diterapkan permanen. Kawasan Malioboro bisa dimanfaatkan untuk beragam aktivitas warga.
”Kalau mengantar penumpang ke Malioboro malas sekali. Bisa sampai 20-60 menit di jalan Malioboro. Tandanya kan padat sekali,” ucap pria yang berprofesi sebagai driver Grab Drive ini.
Sementara itu, Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti berharap konsep semi pedestrian diterapkan permanen tahun ini. Hanya, Haryadi belum mengetahui waktu persisnya.
”Pedestrian Malioboro bukan mematikan perekonomian pedagang, tapi justru menambah dan meramaikan pedagang. Yang penting adalah akses tempat parkir itu dipermudah,” tambahnya. (cr8/dwi/cr16/zam/rg)