Hari-hari ini.  Ikut merasakan denyut jantung berdetak lebih kencang. Bersama orang tua lain yang mencarikan sekolah. Orang tua boleh merasa was-was. Latar belakangnya. Sistem penerimaan peserta didik baru sekarang lebih rumit dibanding sistem yang diterapkan sebelumnya.

Beberapa tahun belakangan pengelolaan penerimaan peserta didik baru menggunakan sistem zonasi. Sistem baru  ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Terutama bagi orang tua. Yang mendaftarkan sekolah anaknya. Setingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.

Bagi sebagian orang tua kebijakan sistem zonasi membingungkan. Penerapan di  daerah berbeda-beda. Bagi daerah yang mampu menerjemahkan sistem zonasi sesuai dengan kondisi daerah. Tak masalah. Tetapi bagi daerah berbeda yang mengimplementasikan kebijakan tak selaras dengan kondisi daerah banyak menimbulkan problem.

Problem itu bisa dipahami. Penerapan sistem zonasi dikritisi sebagai suatu sistem memerlukan pengkondisian sebelumnya. Sebelum diterapkan. Sistem zonasi perlu pemerataan kualitas pendidikan. Kualitas seimbang memungkinkan anak didik bisa memiliki banyak pilihan untuk memasuki sekolah yang diinginkannya sesuai dengan daerah masing-masing.

Berkembang masalah. Orang tua memprotes sistem zonasi karena pemerataan pendidikan belum hadir sepenuhnya. Selama ini orang tua mengenal adanya sekolah favorit. Sekolah ini disebut favorit ditandai oleh seleksi penerimaan anak didik baru dengan nilai ujian nasional  tinggi. Hasil ujian nasional lulusannya pun mempunyai rerata yang tinggi.

Orang tua bangga kalau anaknya masuk di sekolah favorit. Siswa juga menjadi lebih percaya diri dapat diterima di sekolah favorit. Situasi psikologis ini yang menstimulasi orang tua berbondong-bondong menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit.

Dampak dari sekolah favorit yaitu kasta sekolah. Ada sekolah yang dianggap mutunya tinggi. Ada sekolah yang mutunya sedang. Ada sekolah yang mutunya rendah. Stereotipe berkaitan dengan kasta sekolah. Akibatnya sekolah yang dipandang favorit kebanjiran siswa. Sebaliknya sekolah yang dinilai mutunya rendah sepi peminat. Situasi tersebut menimbulkan ketimpangan  kualitas sekolah.

Maksud adanya kebijakan sistem zonasi baik. Ingin meruntuhkan persepsi yang berkembang mengenai sekolah favorit. Adanya sistem zonasi tidak akan ada lagi sekolah favorit.

Tetapi maksud baik ternyata belum terealisasi.Sistem zonasi menimbulkan keresahan orang tua. Orang tua resah. Sistem zonasi dievaluasi tidak adil. Dengan menggunakan pedoman zonasi lingkungan sekolah. Zonasi yang memberi kesempatan anak tinggal dekat dengan sekolah bisa diterima dengan nilai berapa pun.

Kebijakan ini mengimbas pada anak-anak yang memiliki nilai ujian nasional tinggi. Meski memiliki nilai ujian nasional tinggi. Belum tentu diterima di sekolah yang dituju. Menunggu kuantitas dari peserta didik baru berasal dari daerah sekitar. Bila jumlahnya banyak, maka akan mempersempit peluang dari anak didik baru di luar dari zonasi jarak terdekat. Ini karena persentasesiswa yang diterima di luar dari zonasi lingkungan sekolah  menjadi lebih kecil.

Saya pribadi mengalaminya. Anak saya bukan termasuk zonasi jarak terdekat dengan sekolah pilihan. Saya dengan anak berdoa. Semoga jumlah anak yang diterima dari penerimaan zonasi jarak terdekat jumlahnya terbatas. Kalau jumlah sedikit. Anak saya memiliki peluang lebih besar  masuk di sekolah yang diinginkannya.

Sebenarnya ada sekolah yang lebih dekat dengan rumah. Hitung-hitungan dari kalkulasi nilai ujian nasional bisa masuk di sekolah tersebut. Bahkan melalui jalur prestasi bisa masuk. Namun anak tak ingin belajar di sekolah itu. Meski jaraknya lebih dekat. Anak berminat di sekolah lain yang jaraknya lebih jauh.

Sebelum mendaftar sekolah. Bersama saya. Anak mengunjungi beberapa sekolah.  Setelah keliling ke sekolah-sekolah yang memungkinkan sebagai tempat belajar anak. Kami berdiskusi. Sekolah mana yang membuat nyaman untuk belajar. Anak sekolah memilih sekolah tertentu dengan disertai argumentasi yang mantap.

Memperhatikan school well being. Aspek kenyamaan menjadi penting. Lingkungan yang nyaman merupakan bagian dari having dalam kajian school well being (Konu & Rimpela, 2002). Kenyamanan ini menjadi aspek mendasar yang mengantarkan siswa terpenuhinya kesejahteraan psikologis. Nyaman. Hati senang. Menikmati. Terbebas dari stres. Terbebas dari tekanan. Merupakan indikator mendasar untuk mengantarkan anak sukses belajar di sekolah.