SLEMAN – Persoalan kekurangan gizi kronis atau stunting masih terjadi di Sleman. Bisa dijumpai di seluruh Sleman. Dengan tiga wilayah dengan kasus stunting tertinggi di Moyudan, Seyegan, dan Prambanan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Joko Hastaryo mengatakan, ada penurunan angka stunting dari 2017 ke 2018. Pada 2017 angka stunting 11,6 persen. Diharapkan pada 2019 angka stunting turun satu digit.
Di Seyegan, yang merupakan lumbung pangan, kata Joko, mengherankan jika ditemukan kasus stunting yang tinggi. Disebabkan manajemen pola asuh anak tidak tepat. Kesehatan ibu hamil berpengaruh pada bayi yang dilahirkan.
“Jika sejak muda sang ibu hamil memiliki anemia, akan berpengaruh kepada bayi yang dikandungnya,” kata Joko, Kamis (4/7).
Berbagai langkah dilakukan Dinkes Sleman untuk menurunkan angka stunting. Di antaranya Getar Thala (gerakan tanggulangi anemia remaja dan talasemia), Pandu Teman (Pelayanan Terpadu Subtripel Eliminasi), Pecah Ranting (pencegahan rawan stunting), dan Gambang Stunting (gerakan ajak menimbang untuk mengatasi stunting).
Joko mengatakan, salah satu ciri penderita stunting adalah tinggi badan bayi tidak sesuai standar usia. Umumnya, bayi yang baru lahir memiliki tinggi minimal 47 cm dengan berat minimal 2.500 gram.
“Jika kurang dari itu, maka akan mengalami stunting,” kata Joko.
Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun mengatakan, kasus stunting tidak bisa hanya ditangani Dinkes. Harus ditangani lintas sektor. Seperti Dinas Pendidikan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB), Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) sampai Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
“Kalau hanya Dinkes yang bekerja, akan menangani 30 persennya saja. Dibutuhkan kerja sama dengan Dinas terkait lain,” tutur Muslimatun.
Sementara itu di Bantul, sosialisasi stunting terus digencarkan. Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan kampanye cegah stunting menyasar generasi milenial.
‘’Stunting bukan hanya soal kekurangan gizi. Berkaitan pula dengan ketidakpahaman informasi, apa itu stunting,” kata Kepala Sub Direktorat Informasi dan Komunikasi Kesehatan, Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Marroli J. Indarto di Bantul (4/7).
Dikatakan Marroli, stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Secara fisik, anak tumbuh kerdil. Terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Sejak dalam kandungan ibunya hingga anak berusia 24 bulan. (cr7/cr6/iwa/fj)