SLEMAN – Sebagai ideologi negara, Pancasila telah memiliki makna yang jelas dan tidak perlu ditafsirkan ulang. Karena perjalanan sejarah, membuat penafsiran Pancasila menjadi berbeda. Sesuai dengan siapa yang menafsirkannya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menjelaskan seseorang yang memiliki hak untuk menafsirkan Pancasila adalah Soekarno. Banyaknya penafsiran yang ada, akan membuat Pancasila menjadi rancu dan rumit. Pembahasan yang sederhana terkait Pancasila, akan membuat masyarakat menjadi paham dan mudah mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Kendati demikian, Pancasila bukanlah hanya sekadar filsafat ataupun slogan. Lebih dari itu, Pancasila merupakan fondasi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. “Yang harus dimengerti dan dihidupi, tidak hanya dilafalkan,” jelas JK di UGM Kamis (15/8).

JK berpesan kepada guru besar dan akademisi yang ada di UGM tidak mempersulit uraian tentang Pancasila. Penyederhanaan Pancasila harus dilakukan agar masyarakat lebih mudah memahami dan menghayati.

Bagi JK, penghayatan Pancasila adalah hal penting yang harus diperhatikan. Dibandingkan dengan penguraian Pancasila secara ilmiah yang justru akan menimbulkan penafsiran berbeda.

Terlebih saat Pancasila dijadikan sebagai bahan indoktrinasi. Jika hal ini sampai terjadi, bangsa tidak akan pernah menuai kesejahteraan ekonomi dan keadilan.

Seperti halnya yang pernah terjadi pada 15 peristiwa besar setelah proklamasi kemerdekaan. Contoh nyata tersebut, tambah JK, akibat dari ketidakadilan politik, sosial, ekonomi dan perhatian terhadap para pejuang. “Yang akhirnya memakan ribuan jiwa,” tutur JK.

JK menyoroti, selama ini diskusi terkait Pancasila tidak membawa konsep yang jelas dalam kehidupan bernegara. Selain itu, pertemuan tahunan seperti Kongres Pancasila yang sudah ke-11 tidak menghasilkan konsep yang bisa diterapkan di masyarakat. Terbukti dengan masih adanya konflik horizontal yang terjadi.

“Padahal hanya lima sila saja,” ungkapnya. (cr7/iwa/rg)