Keragaman budaya di Jogjakarta penting diperkenalkan ke anak. Tiga mahasiswa UNY Jogjakarta mengenalkannnya dengan media pembelajaran pop up.
SEVTIA EKA NOVARITA, Sleman
Pembelajaran kebudayaan memang telah diterapkan sejak anak usia dini. Hanya saja, belum diarahkan pada pendidikan yang bisa membentuk karakter anak melalui nilai-nilai budaya yang ada. Akibatnya, anak masih memahami budaya dalam konteks keindahan sebuah budaya. Anak belum memahami arti pentingnya sebuah kebudayaan.
Berpijak alasan tersebut, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Endah Istiqomah, Nur Milati, dan Hindun Nur ’Aisyah mengembangkan media pembelajaran pop up tentang kebudayaan Jogjakarta. Media itu sebagai langkah penanaman pendidikan karakter cinta budaya pada siswa sekolah dasar.
Media yang digunakan berupa tiga dimensi. Di mana, sifatnya nyata untuk pembelajaran pendidikan karakter yang sesuai budaya di Jogjakarta.
Pengembangan media dilakukan didasarkan fakta yang ada di wilayah Sleman. Di mana, belum adanya sekolah dasar yang menggunakan media untuk mengenalkan kebudayaan kepada siswa. Media pembelajaran masih cenderung menggunakan cara yang monoton. Melalui jurnal-jurnal yang diberikan kepada siswa.
Adanya pop up dirasa ampuh meningkatkan pemahaman siswa sampai 85 persen. Dibandingkan dengan model pembelajaran pada umumnya.
”Dengan desain yang digunakan merujuk pada prosedur pengembangan media pembelajaran,” jelas Milati kepada Radar Jogja Selasa (20/8).
Sebelum produksi, bagan khusus dipersiapkan dengan matang. Alur ceritanya terkat budaya yang disampaikan diringkas.
Inovasi berupa audio juga disematkan dalam media pop up. Memanfaatkan audio sensor light dependent resistor (LDR) yang mengeluarkan suara saat ada perubahan intensitas cahaya. ”Manfaatkan sistem otomatis,” tambah Endah.
Saat buku dibuka, keluar suara yang menjelaskan tentang kebudayaan yang termuat di halaman buku tersebut. Di antaranya, suara yang menjelaskan suatu budaya dan lagu-lagu daerah.
Materi yang dituangkan sesuai dengan materi kelas empat terkait budaya. Ini selaras dengan kurikulum 2013 pada tema terkait indahnya keberagamaan.
Media pembelajaran kebudayaan dengan buku pop up ini tidak butuh waktu lama untuk diselesaikan. Hanya butuh waktu sekitar dua minggu. Mulai merangkai sampai dengan penetuan model media. ”Masih dikerjakan sendiri,” ucap Endah.
Rencananya, media pembelajaran pop up ini akan disebarluaskan dan dijual. Harga berkisar Rp 500 ribu. Lengkap dengan buku panduannya.
Sampai saat ini, buku ini digunakan di SDN Triharjo, Sleman. ”Ke depannya masih ada inovasi lainnya,” sahut Hindun.
Mereka ingin mengembangkan buku pembelajaran pop up ini. Mereka ingin mengenalkan budaya ke seluruh wilayah Indonesia. Namun, mereka terkendala biaya untuk memproduksi buku pop up tersebut. (amd/by)