JOGJA – Korban program rumah bersubsidi oleh pengembang PT Cana Kusuma Bangsa Indonesia (CKBI) terus bertambah. Mereka bahkan mengadukan nasibnya ke Kantor Ombudsman RI Perwakilan DIJ. Sebelumnya mereka juga melapor ke Ditreskrimsus Polda DIJ.

Koordinator Pengaduan Konsumen Jogjakarta Intan Nur Rahmawanti menuturkan pelaporan hanya sebagian kecil. Faktanya korban program rumah subsidi PT CKBI mencapai ratusan. Hanya saja tidak semua memilih lanjut lewat jalur hukum. Mereka belum bisa menempati rumah yang dijanjikan. Padahal sudah melewati batas waktu pernjanjian. “Ada yang sudah membayar sejak 2016. Bahkan cicilannya sudah berjalan,” jelasnya di Kantor ORI Perwakilan DIJ, Kamis  (22/8).

Intan menegaskan ada kesalahan administrasi. Sesuai aturan, cicilan berjalan saat pembeli sudah menempati rumah. Faktanya dalam kasus ini, sejumlah konsumen PT CKBI telah melakukan cicilan. Ironisnya, pembayaran angsuran tersebut tidak melalui pihak bank.

Fakta lain beberapa konsumen mendapatkan biaya tambahan. Dengan alasan harga berubah setiap tahunnya. Ini menimpa sejumlah konsumen 2016. Harga awal Rp 116 juta meningkat jadi Rp 130 juta. Imbasnya tentu ke besaran cicilan bulanan. Naiknya di tengah masa cicilan. Padahal sesuai aturan pusat tidak bisa. Alasan pengembang rumah yang akan ditempati bukan lagi rumah subsidi. “Ini sudah menyimpang dari perjanjian awal,” katanya.

Upaya mediasi sejatinya telah dilakukan. Hasilnya sebagian kecil konsumen mendapatkan ganti rugi. Tapi sikap kooperatif ini tidak berlanjut. Terbukti setelah itu semakin banyak korban yang melapor. Dia menduga ada kesalahan administrasi oleh PT. CKBI.

Lambatnya penanganan Polda DIJ juga menjadi alasan aduan ke Kantor ORI Perwakilan DIJ. Dalam kasus ini penyidik menggunakan pasal penipuan. Padahal jika ditelaah lebih lanjut, lebih tepat dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Sampai beberapa bulan setelah laporan belum ada kemajuan yang signifikan. Sampai saat ini masih tahap penyelidikan. Belum naik penyidikan. “Awalnya memang di Ditreskrimsus lalu dialihkan ke Ditreskrimum lalu diturunkan ke Polres Bantul,” ujarnya.

Laporan ini turut membuka fakta lainnya. Intan mengaku tidak hanya menangani korban PT CKBI. Aduan juga datang dari konsumen rumah subsidi lainnya. Beberapa di antaranya rumah subsidi di kawasan Sleman dan Gunungkidul.

Di Sleman sampai sekarang belum bisa ditempati. Sempat didatangi kantornya di kawasan Nologaten ternyata sudah tutup. Lalu di Gunungkidul terkait fasilitas umumnya. “Rata-rata konsumen berharap uang mereka kembali,” katanya.

Salah satu konsumen PT CKBI Ika Emi Romadani, 31, mengaku pasrah. Awalnya dia dijanjikan bisa menempati perumahan di kawasan Kaligawe Bantul. Seiring waktu berjalan perjanjian berubah. Dia dan suami Abdur Razak, 39, harus mau ditempatkan di mana saja.

Tak terhenti sampai di sini. Selain menyetor uang muka, Emi juga diwajibkan membayar angsuran bulanan. Terhitung hingga saat ini dia telah menyicil angsuran sepuluh kali. Angsuran setiap bulan mencapai kisaran Rp 1 juta.

Dia mengaku mendaftar sejak Januari 2018. Bahkan sudah membayar cicilan bulanan. Tetapi belum bisa memilih kavling sampai sekarang. Yang terbaru malah akan dipindah di wilayah lain. Yakni di Piyungan. “Kami tidak mau, karena tidak sesuai perjanjian awal,” keluhnya.

Langkah cepat diambil Kantor ORI Perwakilan DIJ. Diawali dengan koordinasi kepada Lembaga Ombudsman DIJ. Ini karena para konsumen PT. CKBI terlebih dulu melapor ke lembaga tersebut.  Mereka akan mempelajari berkas dan tak menutup kemungkinan berkolaborasi.

Kepala Kantor ORI Perwakilan DIJ Budi Masthuri akan mengecek legalitas PT.CKBI. Sepengetahuannya tidak semua pengembang memiliki hak pembangunan rumah subsidi. Di satu sisi dia juga akan melakukan kroscek terkait laporan ke Polda DIJ.

LOD akan memastikan, apakah PT CKBI mendapat mandat dari pemerintah. Sebab, ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk memperdaya para korban. “Pemerintah harus mengetatkan pengawasan. Di samping itu konsumen jangan mudah tergiur,” tegasnya. (dwi/din/by)