Radar Jogja – Biro Tata Pemerintahan Setda DIY menggelar sosialisasi percepatan cakupan kartu identitas anak (KIA). Sosialisasi diikuti sejumlah pemangku kepentingan. Tak terbatas kalangan pemerintah. Namun juga melibatkan sektor swasta seperti perbankan, hotel, pengusaha restoran dan lain-lain.

“Secara umum, KIA memiliki kegunaan yang sama dengan KTP,” ujar Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bantul Bambang Purwadi Nugroho mengawali sosialisasi yang berlangsung di Hotel Grage Ramayana Yogyakarta, kemarin (27/8).

Dengan adanya KIA, lanjut Bambang, dapat melindungi pemenuhan hak anak. Menjamin akses sarana umum, hingga mencegah terjadinya perdagangan anak. KIA dapat menjadi bukti identifikasi diri ketika sewaktu-waktu mengalami peristiwa buruk.

Tak hanya itu, KIA juga berguna memudahkan anak mendapatkan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, imigrasi, perbankan dan transportasi. Beberapa informasi yang tertera di KIA  antara lain meliputi nama anak, nomor induk kependudukan, nama orang tua, alamat, dan foto.

“Bedanya dengan KTP dewasa adalah KTP anak ini tidak menyertakan chip elektronik,” terang dia.  Selain itu, ada perbedaan lainnya seperti  untuk KIA 0-5 tahun tanpa menggunakan foto. Sedangkan KIA usia 5-17 tahun kurang satu hari menggunakan foto ukuran 2 x 3 berwarna.

Keberadaan KIA diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016. Tahun pertama, pemerintah hanya memberlakukan di 50 daerah saja. Antara lain Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung dan Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Tahun kedua 2017, jangkauannya bertambah hingga 108 daerah.

“Program akan terus berlanjut dan ditargetkan 2019 sudah terlaksana di seluruh kabupaten dan kota se-Indonesia,” jelasnya.

Terkait tata cara mendapatkan KIA, pemohon (orang tua anak) menyerahkan persyaratan penerbitan KIA ke dinas kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) kabupaten/kota. Kepala dinas dukcapil kemudian menandatangani dan menerbitkan KIA. “KIA dapat diberikan kepada pemohon atau orang tuanya di kantor dinas atau kecamatan atau desa/kelurahan,” sambung Bambang.

Dinas dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan keliling dengan cara jemput bola di sekolah-sekolah, rumah sakit, taman bacaan, tempat hiburan anak-anak dan tempat layanan lainnya. “Ini agar cakupan kepemilikan KIA dapat maksimal,” imbuh dia.

Masa berlaku KIA bagi anak kurang dari 5 tahun sampai berusia 5 tahun. Masa berlaku KIA di atas 5 tahun hingga berusia 17 tahun kurang satu hari.

Kepala Bagian Bina Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Biro Tata Pemerintahan Setda DIY Rokhani Yuliyanti menambahkan, di DIY telah ada Perda DIY No. 9 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan KIA.

Berdasarkan perda tersebut KIA merupakan identitas anak. Mencegah dan/atau mengurangi resiko tindak kekerasan dan diskriminasi.  Juga menjaga kualitas database kependudukan (data de jure). “Hingga sekarang semua daerah di DIY telah menerapkan KIA,” papar Yuliyanti.

Dengan kondisi tersebut cakupan KIA di DIY telah mencapai di atas 90 persen. Persentase ini di atas cakupan nasional. Dia juga mengapresiasi sejumlah pemerintah kabupaten/kota di DIY yang berlomba-lomba melakukan inovasi. Misalnya yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bantul meluncurkan inovasi SITUPAT. Ini dari akronim siji entuk papat (satu dapat empat, Red). Warga yang mengurus akta kelahiran anak langsung mendapatkan empat bentuk layanan sekaligus. Yakni NIK, akta, KK dan  KIA. Sekali proses dapat empat layanan. (kus/tif)