SLEMAN, Radar Jogja – Gunung Merapi di perbatasan DIJ-Jateng kembali mengalami letusan awan panas letusan, Senin sore (14/10) pukul 16.31 WIB. Berdasarkan catatan seismogram Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan dan Geologi (BPPTKG) DIJ, letusan awan panas berduarasi 270 detik. Ketinggian kolom awan panas letusan mencapai  3.000 meter dengan amplitudo 75 mm.

Kepala BPPTKG DIJ Hanik Humaida membenarkan adanya aktivitas tersebut. Imbas dari letusan awan panas atau masyarakat menyebut wedhus gembel ini terjadinya hujan abu di lereng Merapi. Sejumlah kecamatan di Kabupaten Magelang atau sisi barat daya Merapi menjadi wilayah terdampak.

Hanik memastikan awan panas kali ini bukanlah freatik. Karakter luncuran awan panas sama dengan kejadian 22 September. Kala itu awan panas letusan memiliki ketinggian kolom 800 meter. Sementara untuk jarak luncur lava mencapai 110 meter.

Dari data yang sama tercatat guguran terjadi selama 125 detik. Detailnya satu kali luncuran letusan awan panas vertikal dan empat kali guguran lava. “Tidak ada runtuhan dinding kubah lava Merapi. Ini adalah awan panas letusan mirip dengan kejadian September lalu,” ungkapnya.

Hanik memastikan kondisi ini masih relatif aman. Status keaktifan Gunung Merapi tetap dipertahankan pada level waspada. Hingga kini pertumbuhan kubah lava telah mencapai angka 468 ribu meter kubik. Angka ini cenderung stagnan sejak medio Januari 2019.

Berdasarkan pantauan CCTV dan drone, belum terjadi perubahan morfologi. Pantauan terfokus di sektor tenggara. Hanik menegaskan, tidak ada rekahan baru di kawasan puncak. Ini karena desakan lava dari dapur magma cenderung menurun.

Data ini pula yang membuat BPPTKG mempertahankan status waspada. Terlebih produksi dapur magma masih terjadi. Artinya kawasan puncak masih ada aktivitas. Mulai dari guguran lava hingga luncuran awan panas.

“Deformasi pada minggu ini tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Kubah lava dalam kondisi stabil dengan laju pertumbuhan yang masih relatif rendah. Ini pula yang menjadi acuan status tetap waspada sejak tahun lalu,” ujarnya.

Dari Kabupaten Magelang dilaporkan, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Edy Susanto menjelaskan, pihaknya tengah sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat di wilayah KRB III untuk meminimalisasi dampak buruk letusan awan panas ini. “Termasuk melakukan pembagian masker,” katanya  Senin (14/10).

Untuk hujan abu diakui terjadi di enam kecamatan yakni  Srumbung, Dukun, Salam, Sawangan, Muntilan, dan Mungkid. Untuk Kecamatan Srumbung, terdapat tiga desa yang terkena abu yakni  Ngargosoko, Mranggen, dan Srumbung.

Sedangkan Kecamatan Dukun paling banyak terkena abu yakni tujuh desa meliputi  Sumber, Talun, Ngargomulyo, Kalibening, Ngadipuro, Mangunsoko, dan Dukun. Lalu di kecamatan Salam ada dua desa, Sucen dan Jumoyo. Selebihnya Kecamatan Sawangan satu desa yakni Desa Sawangan. Di Muntilan ada Tamanagung dan Muntilan. Lalu di Mungkid ada Bojong dan Pabelan.

“Saat ini kami terus melakukan koordinasi dengan BPPTKG. Kami melakukan kaji cepat BPBD Kabupaten Magelang ke wilayah KRB III. Lalu pemantauan baik melalui media sosial maupun rekan-rekan di wilayah KRB III,” jelasnya.

Siangnya, Seribuan Jip Merayap di Merapi

Siang hari sebelumnya, seribuan jip memadati Lapangan Boyong, Hargobinangun, Pakem. Jip itu berasal dari anggota Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi (AJWLM) dan beberapa dari luar daerah. Mereka yang datang untuk meramaikan acara “Kenduri Raya Sewu Jeep Merayap Merapi” yang kali pertama diselenggarakan.

Ketua Panitia Kenduri Raya Bejo Mulyo mengatakan, tidak kurang dari 1.100 jip yang mengikuti kegiatan itu. Selain dari AJWLM yang ada juga komunitas jip dari Lampung, Bandung, Medan, Cilacap dan lain sebagainya.

Acara yang diselenggarakan untuk memeriahkan hari jadi ke-4 AJWLM ini juga sebagai syukuran. Sebab, setelah adanya erupsi Merapi tahun 2010, warga yang hidup di lereng Merapi masih diberi kemudahan dalam mencari rezaki melalui jip wisata lava tour.  “Ini juga bentuk keharmonisan yang ada di 29 komunitas AJWLM  kerja bareng untuk membangun perekonimian masyarakat,” kata Bejo.

Kendati jip Merapi sudah berkembang pesat, masih banyak yang harus dibenahi. Keselamatan dan driver yang paling utama. “Sehingga zero accident. Keselamatan ini tidak bisa ditawar,” tegasnya.

Sementara itu, Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan, momentum ini merupakan saat yang tepat. Untuk meningkatkan profesionalitas dalam melayani wisatawan. “Paling penting untuk meningkatkan kesadaran untuk anggota yang mengutamakan keamanan dan keselamatan,” kata Sri.

Dia meminta kepada driver agar memberikan pelayanan yang maksimal. Termasuk untuk mengajak wisatawan agar memakai peralatan keamanan. Upaya itu sekaligus edukasi kepada wisatawan agar tertib berlalu lintas. “Kondisi jip juga harus dirawat sehingga ketika dikendarai harus nyaman untuk lava tour,” terangnya. (dwi/asa/har/laz)