RADAR JOGJA – SAAT ini era pertumbuhan ekonomi kian pesat. Diikuti tantangan revolusi industri 4.0 yang terus digaungkan pemerintah pusat. Oleh karena itu, iklim industrialisasi menjadi tatanan baru yang tak terelakkan.
Anggota DPRD Sleman Hasto Karyantoro berpandangan, industrialisasi harus dibangun dari huku ke hilir. Dari tingkat terbawah hingga level tertinggi. Melibatkan seluruh stakeholder. Termasuk masyarakat pedesaan.
Untuk itu langkah awal yang perlu dilakukan adalah penguatan pola pikir masyarakat. Khususnya aparat pemerintahan desa. Guna menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0 yang makin tak terbendung.
Terlebih Kabupaten Sleman telah memiliki visi pembangunan yang berorientasi menuju sebuah kawasan. Yang secara mental siap menghadapi era industri. “Iklim akademis di Kabupaten Sleman cukup kondusif sebagai syarat terbangunnya lembaga pemerintahan desa yang semakin maju dan kompetitif,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu Kamis (17/10).
Kendati demikian, Hasto mengingatkan adanya tantangan industrialisasi yang harus dihadapi. Di antaranya, potensi sumber daya alam yang melimpah di Sleman. Ini akan menggugah minat pelaku bisnis untuk terlibat dalam pembangunan wilayah Sleman. Apalagi wilayah Sleman menjadi bagian dari poros historis Jogjakarta.
Sedangkan desa merupakan lembaga yang paling dekat dengan pembangunan masyarakat. Pemerintah desa sangat mungkin melakukan pembangunan secara mandiri. Dengan limpahan dana desa dan bantuan-bantuan lain dari pemerintah pusat maupun daerah.
Maka sudah saatnya pemerintah desa mulai menata diri. Guna menghadapi tantangan kemajuan zaman. Apalagi potensi perangkat desa terus menunjukkan tren positif. Dari segi kualitas pendidikan sumber daya manusia (SDM)-nya. Sehingga pada akhirnya pemerintah desa harus sadar bahwa sistem birokrasi dan SDM saat ini sudah berorientasi menuju era kompetisi dan industrialisasi. “Makanya sistem birokrasi pemerintahan desa harus bisa menjawab tantangan itu,” ujar pria asal Dusun Temuwuh Lor, RT 03/RW 03, Balecatur Gamping, Sleman.
Selain tantangan tersebut, sosok kelahiran 13 September 1974 itu menyebut masih ada beberapa problem yang harus dituntaskan pemerintah desa.
Terutama desa-desa yang belum siap menghadapi cepatnya perubahan ekonomi dan sosial. Sehingga paradigma dan mental menjadi desa berdaya dan kompetitif belum bisa terwujud secara utuh.
Proporsi penggunaan dana desa juga belum ideal. Antara pembangunan fisik dan non fisik. Terutama untuk peningkatan skill dan manajemen perangkat desa. “Masih jauhnya penerapan manajemen birokrasi yang modern dan profesional menjadi problem lain yang harus diatasi,” tuturnya.
Menurut Hasto, sejauh ini kesulitan penerapan manajemen birokrasi modern dan profesional pemerintahan desa justru karena terkendala SDM dan kultur birokrasinya.
Solusinya, lanjut Hasto, perlu dilakukan reorientasi penatalaksanaan kelembagaan desa secara teknis. Khususnya pada tataran sistem dan kultur birokrasinya. Serta perlu adanya manajemen terapan di tingkat pemerintah desa. Yang bisa menjawab kebutuhan kompetensi era revolusi industri 4.0.(*/yog)