RADAR JOGJA – Indonesia kehilangan salah satu tokoh bangsa. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus Wakil Ketua Umum MUI Pusat Yunahar Ilyas telah berpulang. Tepatnya pukul 23.47, Kamis malam (2/1), di Rumah Sakit Sardjito Jogjakarta. Sosok Yunahar sempat opname lama sebelum akhirnya berpulang.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menuturkan Yunahar adalah sosok yang bersahaja. Keilmuan dan pengetahuannya tentang agama sangat selaras. Itulah mengapa sosok Yunahar dipercaya untuk membidangi Tarjih dan Tabligh.

“Saya telah lama berkawan dan berinteraksi secara intens dengan Prof Yunahar sejak tahun 1980an, banyak teladan yang baik yang dapat diambil dari beliau,” kenangannya ditemui di Kantor PP Muhammadiyah Jogjakarta, Jumat (3/1).

Haedar menilai penguasaan ilmu agama almarhum sangatlah dalam. Terutama dalam bidang tafsir hingga kepiawaian dalam bertabligh. Pesan-pesan yang disampaikan, menurutnya mudah dicerna umat.

Dalam keseharian, Haedar mengenal Yunahar sebagai pria yang ramah dan mudah bersahabat. Memiliki sikap kehati-hatian dalam bertindak. Sehingga segala tindak tanduknya benar-benar terukur dan bijaksana.

“Indonesia, Muhammadiyah khususnya, sungguh kehilangan figur  ulama  yang santun dan menjunjung akhlak mulia. Beliau terkenal ringan hati untuk memberi pengajian ke manapun,” katanya.

Kepedulian dalam bidang pendidikan juga ideal. Ilmu-ilmu yang didapat tak hanya dinikmati sendiri. Haedar menuturkan kepedulian akan pendidikan terangkum dalam beberapa buku. Seluruhnya ditulis sejak aktif dalam PP Muhammadiyah.

“Almarhum meninggalkan sejumlah buku penting dan menulis tarikh di Suara Muhammadiyah secara rutin. Semoga semuanya menjadi amal jariyah yang terus mengalir baginya,” ujarnya.

Buya Syafi’i Ma’arif turut mengenang sosok Yunahar sebagai tokoh bangsa. Bagaimana perannya bagi organisasi maupun Indonesia sangat totalitas. Walau kondisi fisik tak mendukung namun tak ada niat untuk berhenti.

Jabatan tak membuat sosok Yunahar terfokus dalam satu kegiatan. Inilah yang membuat Buya kagum terhadap sosok Yunahar. Bahkan buah pemikirannya turut dituangkan dalam karya tulis. Sehingga bisa menjadi khasanah bagi khalayak publik.

Salah satu kekagumannya adalah buku yang mengulas peran Muhammadiyah. Dijelaskan dalam buku tersebut, Muhammadiyah memiliki paham Islam yang tengah atau Islam Wasfiat. Menurutnya isi buku ini penting untuk masa depan Indonesia. Agar tidak ekstrem ke kiri atau ke kanan.

“Muhammadiyah kehilangan dua sosoknya dalam waktu yang singkat, bulan lalu ada Bachtiar Effendy itu masih muda usia 61 kalau pak Yunahar usianya 63. Ini namanya takdir kita tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.

Buya sempat menjenguk Yunahar beberapa kali. Termasuk saat masih dirawat di RS PKU Muhammadiyah. Kala itu Yunahar masih dalam keadaan sadar. Bahkan kedua tokoh Muhammadiyah ini masih sempat berbincang-bincang.

“Paru-parunya kena, kemudian koma setelah berapa minggu. Ya sudah kita doakan saja semoga almarhum Husnul khatimah,” pesannya.

Jenazah Yunahar akan dimakamkan siang ini di Pemakaman Karangkajen. Sebelumnya ada pelepasan jenazah di komplek Masjid Gedhe Kauman Jogjakarta. Tepatnya pukul 13.00. (dwi/tif)