RADAR JOGJA – Ibu-ibu rumah tangga mulai mengeluhkan harga gula pasir yang kini tak semanis rasanya. Selain barangnya menjadi sulit dicari, harganya juga merangkak naik. Di tingkat pengecer tembus Rp 19 ribu per kg. Saat normal Rp 12 ribu.
Seorang warga Desa Putat, Patuk, Gunungkidul, Mardiyana mengatakan, kenaikan harga gula pasir mulai terasa sejak sepekan terakhir. Jika semula per 1 kg paling mahal Rp 14 ribu, kini Rp 20ribu. “Itu pun terkadang di warung-warung mengaku kehabisan stok,” katanya Selasa (10/3).
Di pasar tradisional terbesar di Gunungkidul, Argosari Wonosari, seorang pedagang membenarkan soal lonjakan harga gula pasir. Perubahan harga mulai terjadi sejak sebulan terakhir. Seorang pedagang, Fajarudin, mengatakan harga gula pasir sempat turun Rp 14 ribu per kg. Namun kembali naik menyentuh kisaran Rp 16 ribu per kg.
Kenaikan harga hingga di angka 40 persen. “Karena distributor sendiri juga menaikkan harga jual. Untuk karung ukuran 50 kg mencapai Rp 750 ribu hingga Rp 780 ribu per kg,” kata Fajarudin.
Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Gunungkidul Virgilio Soriano mengatakan, harga gula pasir naik lantaran stok menipis. Saat ini pabrik gula belum memulai menggiling tebu, sehingga di pasaran stok terus berkurang.
Pihaknya terus melakukan pemantauan sebagai upaya pelaporan berjenjang ke provinsi. “Kami mengusulkan penetrasi operasi pasar utuk menekan harga yang semakin melonjak ini,” kata Virgilio.
Harga gula pasir sendiri, bila mengacu harga eceran tertinggi (HET), dipatok Rp 12.500 per kg. Saat ini nilai komoditas itu terus merangkak menjadi sekitar Rp 16.500 hingga Rp 20.000 per kg. Sejumlah upaya pun dilakukan, termasuk mendatangkan pasokan gula dari daerah lain hingga melakukan impor.
Sekretaris Provinsi Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, Pemprov DIJ melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah menerjunkan petugas guna memastikan ketersediaan stok gula pasir. “Kami juga berbicara dengan Bulog untuk mendatangkan stok dari daerah lain. Juga stok tambahan yang bisa disimpan Bulog, agar digunakan untuk operasi pasar bila ada kelangkaan,” katanya Selasa (10/5).
Menurutnya, ada dua kemungkinan penyebab kenaikan harga. Yakni kelangkaan akibat stok yang terbatas dan permintaan yang meningkat. Namun Aji masih melakukan penelusuran terkait kenaikan harga. “Jika kebutuhan masyarakat yang meningkat, tetap harus disosialisasikan agar tidak berbelanja berlebihan,” katanya.
Adapun upaya impor untuk mengisi ketersediaan, ia menjelaskan keputusan berada di tangan pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan. Impor diperlukan karena Bulog juga tak lagi memiliki ketersediaan stok gula pasir, sehingga pemprov hanya bisa melakukan sosialisasi untuk merasionalkan kebutuhan masyarakat terhadap gula.
Namun hal itu diakui tak mudah. Sebab komoditas gula sulit untuk digantikan. Terutama sebagai bahan baku produk olahan. “Pada saatnya konsumen akan menyesuaikan karena gula bukan untuk konsumsi pribadi. Lebih untuk industri seperti bikin kue, dan lain-lain. Ini tidak bisa dialihkan,” katanya.
Kendati mengalami peningkatan harga, kenaikan gula pasir tak berdampak signifikan terhadap tingkat inflasi di DIJ. “Terakhir di bulan Februari peranannya tidak besar. Berpengaruh tapi sedikit. Inflasi kita masih aman,” ungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIJ Hilman Tisnawan.
Hilman mengaku telah menerima informasi bahwa permohonan impor gula telah disetujui dan saat ini proses impor sedang berlangsung. Upaya impor diharapkan dapat segera mengatasi harga gula pasir yang merangkak naik. “Moga-moga jelang puasa gula sudah mulai tersedia,” harapnya. (gun/tor/laz)