RADAR JOGJA – Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Bawono ka 10 bertitah atas bencana non alam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pesan ini disampaikan di Bangsal Komplek Kepatihan Jogjakarta, Senin pagi (23/3). Turut didampingi Adipati Kadipaten Pakualaman Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X (KGPAA PA X) dan Sekretaris Provinsi Kadarmanta Baskara Aji.
Sapa aruh HB KA 10 menyampaikan kondisi ini layaknya ramalah pujangga Ranggawarsita dalam serat Kalatida. Beberapa pesan Sultan sampaikan kepada warganya. Pertama adalah mengutamakan sikap sabar dan tawakal. Tetap mengedepankan sikap waspada namun tidak panik. Selain itu juga berdoa agar penyebaran Covid-19 segera berakhir.
“Saya yang berkewajiban menjadi pamong projo beserta pemomong rakyat Jogjakarta harus berpegang teguh pada ajaran Jawa wong sabar rejekine jembar malah Urip luwih berkah. Dalam agama Islam juga diajarkan dibalik cobaan hari ini selalu ada berkah yang datang kemudian,” jelasnya dalam titah sapa aruh, Senin (23/3).
Berbagai pepatah serat Jawa tersampaikan dalam sapa aruh ini. Seperti kesandung ing rata kebentus ing tawang. Merupakan pepeleng bahwa halangan itu ada dimana saja, kapan saja, tidak pandang bulu menimpa siapa saja.
Ungkapan tersebut memberi pesan kepada agar manusia selalu berhati- hati. Walau dalam situasi dan kondisi yang kelihatan tenteram, damai, aman dan nyaman, halangan bisa saja datang. Halangan juga sering tidak terduga sama sekali dan datangnya tiba-tiba.
“Berbeda dengan bencana gempa tahun 2006 yang kasat mata, sekarang ini virus Corona itu jika memasuki badan tidak bisa kita rasakan dan menyerangnya pun tak terduga-duga. Menghadapi hal itu kita selayaknya bisa menjaga kesehatan, laku prihatin dan juga wajib menjalankan aturan baku dari sumber resmi yang terpercaya,” pesannya.
Pepatah Jawa lain yang terlontar adalah Gusti paring dalan kanggo uwong sing gelem ndalan. Memiliki makna bahwa sang pencipta akan memberi jalan kepada manusia yang mau mengikuti jalan kebenaran atau kebaikan. Menurutnya pepeleng ini sangatlah tepat diimplementasikan dalam kondisi terkini.
“Karena itu strategi mitigasi bencana non alam di Daerah istimewa Jogjakarta belum menerapkan lockdown melainkan calmdown. Untuk menenangkan dan menguatkan kepercayaan diri agar eling lan waspada,” katanya.
Sikap eling diwujudkan dalam laku spiritual dan ibadah. Seperti lampah ratri hingga dzikir malam. Semuanya dilakoni sesuai agama dan kepercayaan masing-masing.
Sikap waspada terwujud dalam kebijakan slowdown. Berupa tindakan dan sikap bijak dalam berinteraksi. Dengan tujuan memperlambat pandemik penyakit Covid-19. Terwujud dalam cara reresik diri dan lingkungan sekitarnya.
“Kalau merasa tidak sehat harus memiliki kesadaran dan menerima kalau wajib mengisolasi diri selama 14 hari sama dengan masa inkubasi penyakitnya. Jaga diri, jaga keluarga, jaga persaudaraan, jaga masyarakat, dengan memilih jarak aman dan sedapat mungkin menghindari keramaian jika tidak mendesak betul,” pesannya.
Dipenghujung sapa aruh, HB ka 10 kembali berpesan dalam pepeleng Jawa. Terwakilkan dalam barisan peribahasa Jawa alus. Berupa datan serik lamun ketaman datan susah lamun kelangan.
Peribahasa ini memiliki makna jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri, jangan sedih manakala kehilangan sesuatu. Pesan ini tersampaikan sesuai konteks keadaan penanganan Covid-19.
“Pesan saya singkat, waspadalah dan berhati-hatilah. Saudara-saudaraku doaku buat seluruh keluarga, sehat sehat sehat Semoga Gusti Allah berkenan meridhoinya,” tutupnya. (Dwi/tif)