RADAR JOGJA – Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X berharap penerapan kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSSB) oleh pemerintah pusat memiliki detil yang jelas agar kebijakan ini berlangsung optimal. Terutama untuk meminimalisir penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Salah satu acuan yang ditunggu adalah adanya Instruksi Presiden (Inpres). Menurut HB X urgensi kebijakan melibatkan antarwilayah karena ada perpindahan masyarakat antarprovinsi. Sehingga perlu ada payung hukum yang kuat untuk kesamaan visi antarpemerintah daerah.
“Pembatasan sosial skala besar harus punya dasar Inpres atau Pergub (saya) tidak tahu, tapi harapannya satu-dua hari selesai. Karena dasarnya juga belum ada dari pemerintah pusat sehingga kami belum bisa melangkah karena ini koordinasi antargubernur,” jelasnya, ditemui di Gedhong Pracimosono Komplek Kepatihan Jogjakarta, Selasa (31/3).
Itulah mengapa menurutnya wacana PSSB perlu kajian secara mendalam. Khususnya payung dalam wujud produk aturan baku dari pemerintah pusat. Tujuannya agar koordinasi antarprovinsi berlangsung tanpa celah.
HB X memastikan pembahasan kebijakan ini belum rampung. Teleconference awal dipimpin oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Melibatkan Gubernur se Pulau Jawa sebagai wujud koordinasi.
“Belum selesai karena yang memimpin tadi masih Menteri PMK. Hasil rapat sore ini (31/3) untuk memberi rekomendasi kebijakan kepada Presiden,” katanya.
Secara garis besar rapat kali ini membahas kondisi DKI Jakarta. Berdasarkan catatan persebaran Covid-19, lokasi tersebut rawan. Pertimbangan lanjutan tentunya mobilisasi penduduk keluar wilayah Jakarta.
Apabila kondisi ini berlangsung terus menerus maka berimbas pada stabilitas wilayah. Terutama munculnya pemudik menuju wilayah tujuan. Perpindahan ini dapat meningkatkan potensi persebaran Covid-19.
“Hanya satu materinya itu mudik itu dilarang atau tidak, itu saja. Kami sepakat bagaimana DKI kalau pemudik tidak boleh pulang, di-close orang dari luar tak boleh masuk ke DKI dan sekitarnya. Berarti apa akan ada warga masyarakat yang mungkin masalah PHK atau perlu dibantu untuk hidupnya,” ujarnya.
Imbas dari kebijakan ini adalah pemenuhan kebutuhan biaya hidup bagi 3,7 juta warga Jakarta yang terdampak. Munculnya kebijakan ini tak menutup kemungkinan perpindahan warga keluar wilayah.
“Dilihat ke depan, Jakarta sekarang merah (rawan Covid-19) lalu warga pindah maka bisa jadi hijau. Tapi yang merah ini nyebar ke daerah-daerah dan jadi tinggi. Warga kalau memang jaminannya kecil lebih baik dia pulang,” katanya.
Dinamika Jakarta, lanjut HB X, berimbas pada pengawasan antarwilayah. Khususnya tentang pengendalian pemudik agar tetap proporsional. Diawali dengan pemetaan rute bagi perpindahan warga. HB X berharap pemerintah pusat terbuka untuk sejumlah daerah yang rawan penularan Covid-19.
Dia mencontohkan adanya kasus singgah. Apabila ingin melaju melalui jalan bebas hambatan maka harus sesuai tujuan. Salah satunya jika menuju Jawa Timur tidak perlu singgah wilayah lainnya.
“Kalau (tujuan) Jawa Tengah atau ke Jawa Timur rutenya harus ditentukan. Misal dari Bekasi lewat tol langsung keluar Brebes. Tidak ke Bandung dulu atau malah nginap di mana. Ini tidak malah tidak memutus rantai virus,” ujarnya. (dwi/tif)