RADAR JOGJA – Proses isolasi pasien Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ternyata tidak sepenuhnya mulus. Selain perjuangan tim medis juga perlu kebesaran hati pasien. Terlebih setelah dinyatakan sebagai pasien positif Covid-19.

Fakta inilah yang diungkapkan oleh pasien kasus 3. Pria berusia 60 tahun ini dinyatakan sembuh setelah dua Minggu menjalani proses isolasi. Selama 14 hari itulah dia benar-benar mengikuti seluruh tahapan isolasi di RSUD Wirosaban Kota Jogja.

“Pada awal masa karantina saya tidak bisa menerima kondisinya. Sempat berpikiran untuk kabur selama masa karantina,” jelasnya, Kamis (2/4).

Pria sepuh ini tak menutupi rasa gusarnya. Kegelisahan sempat merasuki hatinya selama beberapa hari awal perawatan. Dia hanya ingin bisa keluar dari ruang isolasi dan berkumpul kembali dengan keluarganya.

“Menjalani masa karantina selama 3 atau 4 hari saya menyadari bahwa korona ini sangatlah berbahaya. Saya menyadari saya harus menyelamatkan diri saya, keluarga, dan masyarakat,” kisahnya.

Pria sepuh ini sangat berterima kasih kepada tim medis karena sudah sangat sabar dalam merawat selama masa isolasi. Termasuk memberikan edukasi terkait detail Covid-19.

Dia berharap agar seluruh pasien positif Covid-19 maupun berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) konsisten menjalani rawat isolasi. Tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga kesehatan keluarga dan lingkungannya.

“Saya ucapkan terima kasih kepada petugas medis yang sangat luar biasa pelayanannya. Tetap semangat selama menjalani proses isolasi,” pesannya.

Dokter RSUD Wirosaban Kota Jogja Nugroho, bercerita tentang proses medis. Diakui olehnya psikis pasien sempat terpukul setelah dinyatakan positif bahkan saat masih PDP. Kondisi ini hampir terjadi di semua pasien yang pernah dirawat RSUD Wirosaban.

Pria ini menuturkan para pasien pasti menolak kenyataannya. Hingga muncul kegelisahan bahkan pemberontakan dalam diri. Hanya saja tim medis konsisten dalam mendampingi proses isolasi.

“Semua pasien yang masuk isolasi hari pertama hingga ketiga pasti tidak mau disebut PDP. Tugas kami untuk mendampingi hingga akhirnya mau menerima. Kami edukasi bahwa ini tidak hanya untuk kesehatan pribadi tapi juga keluarga agar tidak tertular,” ujarnya. (dwi/tif)