Sri Sultan Hamengku Buwono I

Sri Sultan Hamengku Buwono I

(1755-1792)

Pendiri Keraton Yogyakarta. Lahir pada 5 Agustus 1717 dengan nama Bendara Raden Mas Sujono. Dikenal pula dengan nama Pangeran Mangkubumi.

Beliau adalah putra Sunan Amangkurat IV melalui garwa selir Mas Ayu Tejawati. Figus peletak dasar budaya Mataram, beliau memberi warna dan ruh bagi lingkungan Keraton Yogyakarta dan seluruh masyarakat Yogyakarta.

Dalam Serat Cebolek dinyatakan kebiasaan beliau puasa Senin-Kamis, salat lima waktu, dan mengaji Alquran. Beliau gemar mengembara, dekat dengan masyarakat, dan senang menolong yang lemah.

Sri Sultan Hamengku Buwono II (1792-1828)

Sri Sultan Hamengku Buwono II

Lahir di lereng Gunung Sindoro pada 7 Maret 1750 dari permaisuri kedua Sri Sultan Hamengku Buwono I. Nama kecilnya Raden Mas Sundoro. Masa kecilnya dilalui bersama ibunda, Gusti Kanjeng Ratu Kadipaten, di wilayah pengungsian akibat perang melawan VOC. Situasi tersebut kelak membentuk karakter yang keras pada diri Sri Sultan Hamengku Buwono II. Termasuk anti terhadap keberadaan VOC (Belanda).

Ketika awal abad ke-19, VOC bangkrut. Hampir bersamaan, Kerajaan Belanda jatuh ke tangan Napoleon Bonaparte dari Prancis. Pada 14 Januari 1808, Herman Willem Daendels ditunjuk sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda di bawah kendali Perancis. Daendels memaksa raja di Jawa tunduk. Sri Sultan Hamengku Buwono II menolak.

Beliau sempat dipaksa turun takhta oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda (di bawah kendali Prancis) Herman Willem Daendels pada 1810. Sikap antipenjajah membuat beliau sempat dibuang ke Pulau Pinang dan Ambon.

Sri Sultan Hamengku Buwono III

Sri Sultan Hamengku Buwono III

Lahir dengan nama Raden Mas Surojo pada 20 Februari 1769. Beliau merupakan putra Sri Sultan Hamengku Buwono II dengan Gusti Kanjeng Ratu Kedhaton.

Salah satu peninggalan beliau adalah Kampung Ketandan, di dekat Jalan Malioboro. Kampung itu merupakan tempat para pekerja pemungut pajak dari usaha yang digeluti pendatang dari Tiongkok.

Sri Sultan Hamengku Buwono IV (1814-1922)

Sri Sultan Hamengku Buwono IV

Lahir 3 April 1804 dengan nama kecil Gusti Raden Mas Ibnu Jarot. Beliau ditunjuk menjadi putra mahkota saat penobatan ayahnya sebagai sultan pada 21 Juni 1812. Tak lama berselang, putra Sri Sultan Hamengku Buwono III dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Hageng ini naik takhta sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono IV pada 9 November 1814. Saat itu, usianya 10 tahun.

Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855)

Sri Sultan Hamengku Buwono V

Lahir 20 Januari 1821 dengan nama kecil Gusti Raden Mas Gatot Menol. Beliau putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono IV dengan Gusti Kanjeng Ratu Kencono.

Ketika ayahandanya wafat, beliau diangkat menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono V ketika usianya 3 tahun.

Sri Sultan Hamengku Buwono VI (1855-1877)

Sri Sultan Hamengku Buwono VI

Lahir pada 10 Agustus 1821. Nama kecilnya yakni Raden Mas Mustojo, putra Sri Sultan Hamengku Buwono IV dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Kencono.

Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1977-1921)

Sri Sultan Hamengku Buwono VII

Nama kecilnya adalah Raden Mas Murtejo. Lahir pada 4 Februari 1839.

Beliau putra Sri Sultan Hamengku Buwono VI dan Gusti Kanjeng Ratu Sultan (Gusti Kanjeng Ratu Hageng). Di masa beliau bertakhta, muncul Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) oleh Kolonial Belanda.

Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939)

Sri Sultan Hamengku Buwono VIII

Lahir pada 3 Maret 1880 dengan nama Gusti Raden Mas Sujadi. Beliau adalah putra Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Gusti Kanjeng Ratu Mas.

Saat muda, menempuh studi di Belanda. Sang ayah kemudian mengungkapkan niat untuk lengser keprabon. Beliau lantas diminta pulang ke Yogyakarta. Naik takhta pada 8 Februari 1921.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX (1940-1988)

Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Nama kecilnya Gusti Raden Mas Dorojatun. Lahir pada 12 April 1912. Beliau adalah anak kesembilan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dari istri kelimanya, Raden Ajeng Kustilah atau Kanjeng Ratu Alit.

Masa mudanya dilewatkan di luar lingkungan keraton. Pernah tinggal bersama keluarga Belanda.

Belia memiliki andil besar dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Dua hari setelah Proklamsi Kemerdekaan RI oleh Ir Soekarno dan Moh Hatta pada 17 Agustus 1945, beliau mengirim telegram ucapan selamat kepada para proklamator. Sekitar dua pekan berselang, 5 September 1945, beliau bersama Paku Alam VIII, mengeluarkan maklumat yang menyatakan Yogyakarta adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia.

Sri Sultan Hamengku Buwono X

Sri Sultan Hamengku Buwono X

Lahir pada 2 April 1946. Nama kecilnya yakni Bendara Raden Mas Herjuno Darpito. Putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KRAy Windyaningrum. Beliau naik takhta pada 7 Maret 1989.

Kiprahnya tidak hanya di level Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga termasuk tokoh nasional. Beliau termasuk tokoh Gerakan Reformasi pada 1998.