BANTUL – Kondisi rupiah yang terus mengalami keterpurukan ternyata tak berdampak pada sektor usaha kecil menengah (UKM) di Kabupaten Bantul. Tingkat ekspor di wilayah yang terkenal dengan sentra produk kerajinan tradisional itu justru tumbuh 10-15 persen.
Kepala Bidang UKM, Dinas Koperasi, UKM, dan Perindustrian Bantul Jumahir mengklaim, geliat usaha kecil di Bumi Projotamansari berbanding lurus dengan pertumbuhan kewirausahaan baru. Menurutnya, sebagian besar wirausahawan baru telah memahami seluk beluk pasar ekspor. Tak sedikit dari mereka bahkan membuka pasar sendiri ke empat benua. Seperti Amerika, Australia, Eropa, dan Asia. “Pasar produk UKM Bantul telah merambah 41 negara, dengan produk utama kerajinan tangan,” ungkapnya Kamis (17/5).
Menurut Jumahir, kehadiran wirausahawan baru di wilayahnya cukup bisa diandalkan untuk memperkuat jaringan pasar dunia. Kondisi itu cukup meringankan kinerja dinas dalam upaya mendongkrak ekspor. Dinas tinggal memperkuat kualitas produk yang dihasilkan setiap pelaku UKM. “Level para pengusaha juga selalu naik. Dari usaha mikro, kecil, menengah, dan tak sedikit yang sudah jadi pengusaha besar,” ujarnya.
Jumahir mencatat tak kurang 46 ribu usaha mikro kecil menengah (UMKM) tersebar di wilayahnya. Namun, sejauh ini hanya sekitar 12 ribu UMKM yang telah memiliki izin usaha mikro kecil (IUMK).
Menurut Jumahir, masih banyaknya pelaku usaha mikro tak berizin lantaran mereka belum mengerti fungsi dan manfaat perizinan. Sementara IUMK cukup diurus di kecamatan secara gratis.
Adapun manfaat IUMK, di antaranya, menjadi salah satu syarat wajib untuk mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan pemerintah. Misalnya pameran produk. Keuntungan lain memiliki IUMK adalah untuk mengakses pinjaman kredit usaha rakyat (KUR). Jika telah mengantongi IUMK, pelaku usaha yang berniat mengajukan KUR di bank cukup membawa pas foto ukuran 4×6 dua lembar dan materai 6.000.
Isponio, 45, salah seorang pelaku UKM asal Tirto Wetan, Bangunjiwo, Kasihan, tak menampik usahanya terus mengalami peningkatan setelah mengantongi IUMK. “Penjualan meningkat karena saya sering diajak pameran. Walaupun tidak laku semua, tapi lewat situ jaringan menyebar,” ungkap pengrajin gerabah yang merintis usaha sejak 1998 itu.
Saat ini produk yang dihasilkan Isponio telah menjangkau pasar nasional. Seperti Samarinda, Nusa Tenggara Timur, Ternate, Maluku, dan Jakarta. “Kalau musim liburan biasanya ada beberapa wisatawan asing yang datang dan membeli beberapa sebagai sampel untuk di bawa ke negaranya,” tutur Ipung, sapaannya.
Item paling laris adalah gerabah guci bermotif dan vas bunga rangkaian. “Menjelang Lebaran biasanya juga banyak pesanan,” ungkap pengusaha yang kini mempekerjakan 12 pegawai. (cr2/yog/mg1)