MAGELANG – Budidaya burung puyuh kian menjadi primadona sebagian peternak di wilayah Kabupaten Magelang. Selain bisa dimanfaatkan telurnya, daging puyuh pun laku di pasaran. Hal itulah yang mendorong mahasiswa Prodi Penyuluhan Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jurusan Peternakan, Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta – Magelang (Polbangtan YoMa) mengunjungi Susilo, salah seorang peternak puyuh di Dusun Dalangan, Banyusari, Tegalrejo, Kabupaten Magelang belum lama ini.
Menurut Susilo, beternak puyuh menjadi pilihan alternatif berwirausaha. Ini sebagai langkah terbaik membantu program pemerintah dalam upaya mengurangi angka pengangguran. Akibat sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Beternak puyuh pun sudah cukup populer bagi masyarakat. Selain itu, modal usahanya relatif lebih murah dibanding usaha ternak unggas lainnya. Pemeliharaannya juga mudah. Serta tak menghabiskan banyak waktu.
“Budidaya puyuh cocok untuk usaha sampingan maupun komersil,” ujar Susilo kepada mahasiswa Polbangtan Yogyakarta – Magelang.
Telur dan daging puyuh kaya protein yang dibutuhkan tubuh. Sehingga cukup banyak dibutuhkan konsumen. Karena itu beternak puyuh cocok untuk peternakan skala kecil yang membutuhkan penghasilan harian.
Susilo mulai menggeluti usaha budidaya puyuh sejak 2012. Bagi dia, hasilnya cukup menjanjikan. Produksi utamanya berupa telur.
Saat ini Susilo memelihara sekitar 8 ribu ekor puyuh. Produksi telur yang dihasilkan mencapai 65 kilogram per hari. Atau berkisar 80-85 persen. Telur bisa dipanen setiap 18 jam sekali setiap hari. “Telur puyuh dipasarkan di wilayah Kabupaten Magelang dan DIJ. Per kilonya Rp 24 ribu,” jelasnya.
Puyuh afkir pun tetap bernilai ekonomi. Maksudnya, puyuh yang tak lagi dapat berproduksi. Nah, puyuh afkir ini dijual dagingnya untuk konsumsi. Dipasarkan di wilayah Kabupaten/Kota Magelang. Harganya, Rp 9 ribu per ekor.
Susilo menyadari, mudahnya usaha ternak puyuh menyebabkan banyak persaingan. Baik peternak skala besar maupun kecil bermunculan. Namun, tak sedikit pula yang gulung tikar. “Itu karena seleksi alam,” ungkap Susilo.
Adapun beberapa kegagalan peternak puyuh, menurut Susilo, salah satunya karena kekuatan modal. Modal yang terlalu kecil sering tak seimbang dengan tingginya harga pakan. Di luar itu minimnya informasi dan pengetahuan peternak tentang cara beternak yang baik dan benar. “Masih banyak peternak yang mengelola usaha puyuh hanya coba-coba,” katanya.
Susilo mengakui, metode berternak puyuh belum semapan usaha ternak unggas atau itik. Sehingga peternak puyuh kerap menerapkan metode beternak ayam untuk beternak puyuh. Padahal ada perbedaan yang harus diperhatikan.
Lebih lanjut Susilo memaparkan, peternak puyuh harus sering membersihkan kotoran di kandang. Setiap hari. Puyuh juga harus diberi asupan vitamin setiap hari. Kandang pun harus rutin disemprot obat antibakteri. Minimal dua kali sehari ketika siang. Agar puyuh tak mudah stres dan mati. Sementara untuk pakan puyuh remaja/dewasa diberikan sekali per hari. Tiap pagi. Sedangkan vaksinasi setiap tiga bulan sekali.
Melihat usaha ternak puyuh milik Susilo, mahasiswa Polbangtan YoMa Annissa Pratiwi menyimpulkan pentingnya ketelatenan. “Usaha Pak Susilo ini bisa dikembangkan lagi dalam skala besar. Kebersihan kandang harus lebih diperhatikan karena berpengaruh terhadap kondisi kesehatan puyuh dan kualitas telur yang dihasilkan,” ujarnya. (*/yog)