SLEMAN – Kasus stunting balita di Sleman masih tinggi. Pada 2018 ada 11 persen balita mengalami stunting. Namun pemerintah setempat mengklaim terjadi penurunan kasus dibanding 2017.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, diketahui prevalensi balita stunting dan kurus masih tinggi. Balita stunting sebanyak 30,8 persen. Dan balita kurus 6,7 persen.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan asupan gizi yang kurang dalam waktu yang lama. Stunting umumnya terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh badan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sleman, Joko Hastaryo mengatakan, selain kasus stunting, di Sleman juga masih ditemui kasus balita kurang gizi. Yakni sebanyak 7,32 persen.
Selain itu, ada 3,97 persen balita yang masuk dalam kategori kurus. “Kalau dibanding 2017 itu angka stunting cenderung turun. Tahun 2017 ada 11,99 persen dan tahun 2018 turun menjadi 11 persen ” kata Joko (28/1).
Di Sleman, pihaknya terus melakukan pemantauan status gizi (PSG) secara rutin terhadap 62.000 balita di Sleman. Saat ini, di Sleman ada 6.054 anak yang kena kasus stunting.
Stunting ini terjadi karena kekurangan gizi kronis. Penyebabnya kemiskinan dan pola asuh tidak tepat. Hal itu mengakibatkan kegagalan pertumbuhan, kemampuan kognitif tidak berkembang, mudah sakit, dan daya saing rendah.
Pihaknya berupaya mengampanyekan agar warga makan buah dan sayur. Meminta warga melakukan konsultasi gizi, serta melakukan pemerikasaan kesehatan.
Seperti cek tekanan darah, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan gula darah. “Itu sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap penyakit menular,” jelas Joko.
Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun mengatakan, ada penurunan jumlah stunting di Sleman. Bahkan angkanya lebih rendah dari angka nasional. “Kalau perlu, di Sleman harus zero stunting,” kata Muslimatun.
Dikatakan, pencegahan stunting bisa dilakukan dengan cara menimbang balita setiap bulan. Dan paling penting, pada seribu hari pertama kehidupan (HPK) yang dimulai sejak janin dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun.
“Stunting bisa dicegah melalui pemeriksaan minimal empat kali di Puskemas atau pelayanan kesehatan dan menimbang balita setiap bulan di Posyandu,” katanya.
Muslimatun meminta agar ibu setiap periksa membawa buku kartu identitas anak (KIA). Sebab, akan ditulis perkembangannya.
“Setiap bulan harus naik timbangannya. Kalau tidak naik, maka akan dilakukan konseling gizi supaya bayi yang dilahirkan tidak stunting,” kata Muslimatun. (har/iwa/fn)