SLEMAN – Salah satu musuh petani adalah tikus. Kemunculan tikus dalam sekali serangan, bisa menghabiskan semua tanaman padi.
Menangkal hama tikus, digelar gropyokan untuk menekan populasi tikus menjelang masa awal tanam. Dilakukan di Bulak (sawah) Gedung Banteng, Sumberagung, Moyudan, Minggu pagi (3/3).
Ketua Kelompok Tani Rejeki Mulia, Gedung Banteng, Edi Wasito mengatakan, serangan tikus pernah membuat tiga kali gagal panen. Banyak petani yang tidak bisa menggarap kembali lahan tersebut. “Karena para petani hanya penggarap. Modalnya terbatas,” kata Edi.
Bahkan, akibat serangan hama tikus, lahan seluas 25 hektare selama satu tahun tidak bisa ditanami. Menjadi lahan tidur.
Perkembangbiakan tikus cepat. Setiap betina tikus, pada awal masa tanam, mampu menghasilkan anak sebanyak 80 ekor saat panen.
Sehingga, jika ada 100 ekor tikus betina di awal tanam dan tidak dikendalikan, maka saat panen berpotensi ada 8.000 tikus. “Biasanya tikus tinggalnya di irigasi yang belum permanen,” kata Edi.
Dia meminta pemerintah membantu pembangunan saluran irigasi permanen. Termasuk jalan di kawasan pertanian juga perlu diperbaiki.
Kepala Dinas Peternakan, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman, Heru Saptono menjelaskan, hama tikus tidak bisa diberantas. Hanya bisa dikendalikan. Salah satunya dengan gropyokan tikus.
Kawasan Sleman bagian barat memang rentan terserang tikus. Sebab masa tanam di sana tidak teratur. “Itu yang membuat tikus bisa berkembang biak dengan baik. Karena makanan untuk tikus tersedia terus,” kata Heru.
Gropyokan merupakan salah satu tahapan pengendalian hama tikus terpadu (PHTT). Selain menangkap, juga membunuh tikus di dalam sarang dengan pengemposan lubang tikus.
Selain dengan gropyokan juga ada pemasangan perangkap. Ada satu lahan yang dijadikan sebagai umpan. “Jadi tikus bisa diarahkan ke sana dan dibasmi,” kata Heru.
Pemanfaatan predator alami tikus juga bisa menjadi salah satu langkah pengendalian hama tikus. Caranya dengan menempatkan tyto alba atau burung hantu di sawah. (har/iwa/zl/mg4)