JOGJA – Suhu perairan Samudera Hindia yang dingin menjadi penyebab melimpahnya ubur-ubur di kawasan pesisir pantai selatan Jawa. Kemunculan ubur-ubur terjadi setiap hari. Khususnya di kawasan pantai Bantul dan Gunungkidul. Imbasnya, ratusan wisatawan tersengat racun dari tentakel hewan laut tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan DIJ, Pembajun Setyaning Astutie memastikan, penanganan kesehatan terhadap korban optimal. Meski langkah preventif lapangan efektif, Puskesmas dan rumah sakit terdekat tetap siaga menerima rujukan korban sengatan ubur-ubur.
Pembajun telah memberikan sosialisasi kepada Tim SAR yang berjaga. Kaitannya, penanganan dan pertolongan pertama kepada korban sengatan ubur-ubur.
“Berupa penanganan sesuai standar. Sengatan ini sifatnya seperti racun. Kami berikan info obat apa yang bisa dipakai. Selain itu, membantu siapkan obat dan bahan habis pakai, dan tenaga kesehatan,” kata Pembajun, Jumat (7/6).
Terkait penanganan dan pertolongan pertama, tak bisa dilakukan dengan asal. Seperti menuang luka sengatan dengan alkohol. Luka juga tidak boleh disiram air tawar. Kesterilan luka harus dijaga untuk mencegah infeksi.
Pembajun memberikan tips pertolongan pertama sengatan ubur-ubur. Diawali dengan menjauhi kawasan laut. Lalu oleskan atau rendam luka dengan air cuka. Rendam bagian tubuh yang tersengat dengan air hangat 45 derajat celcius selama 40 menit.
“Jangan digaruk. Karena akan semakin panas. Kalau tentakel masih menempel, lepaskan dengan pinset. Jangan lupa pakai sarung tangan agar tidak tersengat. Semprot air cuka merata. Lalu bawa ke dokter jika timbul sesak nafas,” pesan Pembajun.
Komandan SAR Bantul, Muhammad Arif Nugraha mengungkapkan, korban sengatan terus bermunculan setiap hari. Berdasarkan data Pos SAR Pantai Parangtritis, ada 45 korban pada Senin (3/6). Jumlah menurun drastis lima korban, Selasa (4/6) dan empat korban, Rabu (5/6). Melonjak hingga 96 korban pada Kamis (6/6)
Jajarannya menyiapkan cairan cuka sebagai pertolongan pertama. Korban sengatan didominasi anak-anak. Karena rentang usia tersebut senang bermain di air. Saat melihat ubur-ubur bukannya menghindar justru menyentuh.
“Ubur-ubur warnanya biru, bentuknya seperti gelembung balon. Kalau tidak tahu, pasti dipegang karena warna dan bentuknya lucu. Itulah kenapa mayoritas korbannya anak-anak,” jelas Arif.
Dia tidak bisa memprediksi keberadaan ubur-ubur. Terlebih jika suhu permukaan air laut bertahan pada level dingin. Untuk antisipasi, timnya terus memberikan imbauan kepada wisatawan yang datang.
“Koordinasi dengan BMKG untuk suhu dan cuaca di laut. Selama suhunya dingin, pasti ubur-ubur masih muncul. Anjuran dan peringatan sudah. Tapi terkadang wisatawan justru acuh. Kami tidak bisa melarang, juga untuk tidak mandi di laut. Kalau personel siaga, 69 orang,” kata Arif. (dwi/iwa/fj)