Kampanye gemar makan ikan terus digalakkan pemerintah. Di Desa Putat, Patuk, Gunungkidul, warga setempat punya cara sendiri. Untuk mengubah pola konsumsi daging ke ikan. Demi memenuhi kebutuhan protein hewani. Berikut penelusuran Radar Jogja.

 

GUNAWAN, Gunungkidul

IWAK, dalam bahasa Jawa biasa dimaksudkan untuk menyebut daging. Iwak pitik (daging ayam), iwak wedus (daging kambing), dan sebagainya. Karena itu, kata ‘iwak’ sering dijadikan istilah dalam kampanye gemar makan ikan. Tepatnya untuk mengubah mind set masyarakat. Bahwa iwak yang dimaksud adalah ikan. Bukan daging.

Iwak proteinnya gede (besar). Kalau tidak mampu beli, kami bisa berburu di sungai,” kata Tugiran, 45, warga Plumbungan, Putat, Patuk, Gunungkidul kepada Radar Jogja beberapa waktu lalu.

Tugiran memang benar-benar berburu. Bukan memancing. Tapi menggunakan icir. Atau menawu airnya.

Icir adalah alat tangkap ikan tradisional berbentuk panjang berbahan anyaman bambu. Alat ini memiliki ‘mulut’ besar. Ada tiga bagian. Mulut menyerupai corong berfungsi membuka jalan agar ikan masuk. Lorong kedua berupa jebakan. Paling ujung tempat pembuangan air.

Sedangkan menawu air adalah menguras sarang ikan sampai kering kerontang. “Kari nyekel (tinggal menangkap) iwake,” ucap Tugiran yang saat itu ditemani rekannya, Sumino, 49.

Radar Jogja diajak serta keduanya saat itu. Untuk praktik menggunakan iciri dan menawu air sungai.

Selama perjalanan menuju sungai desa Tugiran menyampaikan beberapa hal. Mengenai bahaya menangkap ikan dengan potas atau racun ikan lainnya. Itu adalah cara instan membunuh ikan. Begitu potas ditebar ke sungai, tak perlu menunggu lama. Ikan-ikan akan menggelepar. “Itu tidak boleh. Dilarang karena bisa merusak ekosistem. Kami memilih dengan cara tradisional dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Tugiran lantas menyinggung kebijakan pemerintah mengenai kampanye gemar makan ikan ketimbang daging. Menurut dia, program Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti itu harus didukung. “Kami di sini menyusun gerakan wisata berburu ikan dengan cara tradisional. Ya dengan icir dan tawu itu,” katanya.

Konsepnya, mengubah pola konsumsi protein daging ke ikan dengan kegiatan semi wisata. Pengunjung Desa Putat diajak berpetualang menikmati alam. Sekaligus menyantap ikan hasil buruan di tempat itu juga.

Untuk itu pengelola wisata yang tergabung dalam Pokdarwis Kampung Emas telah menyiapkan dapur berjalan. “Maksudnya, memanfaatkan media sekitar. Hasil tangkapan dimasak di atas bebatuan,” jelas Tugiran. “Jika konsepnya jelas, program gemar makan ikan tentu bisa menjadi budaya di masyarakat,” timpal Sumino.(yog/rg)