JOGJA – Pada minggu malam (7/7) ramai beredar di media social foto Gunung Merapi yang mengeluarkan lava pijar. Meski bukan yang pertama dan terjauh, foto tersebut ramai diperbincangkan karena terlihat jelas guguran lava di malam hari.
“Dilihat dari sisi positif aja, bisa jadi spot wisata. Daripada jauh-jauh ke Hawai bisa melihat di sini (Merapi),” kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Jogjakarta Hanik Humaida ditemui di kantor BPPTKG Senin (8/7). “Biasanya saat langit gelap, guguran lava terlihat indah. Dalam satu malam bisa empat kali (guguran), tapi interval waktunya tidak terprediksi,” lanjutnya.
Hanik mengaku terus berkoordinasi dengan instansi lainnya. Mulai dari Balai Taman Nasional Gunungapi Merapi (BTNGM) terkait larangan pendakian. Juga berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Sleman terkait potensi wisata edukasi.
Sampai saat ini BPPTKG Jogjakarta masih mempertahan status Gunung Merapi di level waspada. Pertimbangannya masih ada aktivitas guguran lava. Tapi dia mengungkapkan, ada penurunan aktivitas pertumbuhan kubah lava. Terhitung sejak 4 Mei, produksi kubah lava sebesar 17 ribu meter kubik. Artinya pertumbuhan perhari hanya 200 meter kubik.
Angka ini jauh menurun dibanding produktivitas sebelumnya. Dalam skala sebelumnya, pertumbuhan kubah lava mencapai 1.000 hingga 3.000 meter kubik perharinya. Sedangkan untuk volume total kubah lava saat ini mencapai 475 ribu meter kubik.
“Statusnya tetap level 2 atau waspada. Tapi untuk perbandingan, produksi lava dan guguran memang jauh menurun. Intensitas guguran juga fluktuatif tapi rendah, perhari bisa 20 guguran, biasanya diatas itu,” jelasnya
BPPTKG juga masih mencatat adanya aktivitas. Mulai gempa, guguran hingga luncuran awan panas. Gempa didominiasi adanya guguran dari kubah lava. Selain rontoknya material kubah lava juga dorongan lava baru.
Awan panas terakhir tercatat 1 Juli. Luncuran material tersebut mengarah ke Kali Gendol. Jarak luncuran mencapai 1.100 meter dari puncak Gunung Merapi. Sementara untuk jarak aman tanpa aktivitas manusia bertahan dalam radius 3.000 meter atau 3 kilometer dari puncak.
“Guguran itu material kubah lava yang menumpuk di permukaan lalu glundung. Ada juga dari lava dari dalam (kantong dan dapur magma) ke atas langsung gugur. Jarak guguran aman karena kurang dari 1.000 meter, kalau awan panas masih sekitar di atas 1.000 meter tapi dibawah 3.000 meter,” ujarnya.
Karakter ini sejatinya jauh lebih aman dibandingkan Merapi sebelum 2006 dan 2010. Kala itu intensitas dan volume guguran lebih tinggi. Ini karena produksi dan jumlah material di puncak Gunung Merapi terus bertambah.
“Pada era itu intensitas lebih sering karena suplai lavanya lebih besar. Kalau sekarang produksi dan pertumbuhannya sangat kecil dan lambat. Bisa dibilang pertumbuhan kubah lava (saat ini) sudah stag, magma keluar langsung gugur,” katanya. (dwi/pra/er)