SLEMAN – Pengelolaan limbah medis fasilitas kesehatan masih menjadi masalah laten. Sebanyak 78 rumah sakit (RS) dan 121 Puskesmas se-DIY memproduksi timbulan limbah medis 4.008 kilogram setiap hari.

Direktur Kesling, Ditjen Kesmas, Kemenkes RI Imran Agus Nurali mengatakan pada 2018 Jogjakarta setiap hari menghasilkan limbah medis dari fasilitas pelayanan kesehatan sampai dengan enam ton setiap hari. Hanya mampu mengolah 0,9 ton setiap hari.

Pengolahan limbah medis sulit didapatkan. Tidak semua RS memiliki pengolahan limbah yang memadai. Di Indonesia ada 10 lokasi pengolahan limbah dengan insenerator milik swasta yang mampu mengolah 170 ton limbah medis setiap hari. Sedangkan untuk RS yang memiliki insenerator berizin untuk mengolah limbah medis sendiri, saat ini hanya terdaftar 87 dari 2.280 RS yang ada di Indonesia.

“Dengan sampah yang dihasilkan sebanyak 294 ton dan hanya mampu mengolah 220 ton saja,” kata Imran usai kuliah perdana Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat tahun 2019 di UGM Kamis (15/8).

Imran mengatakan jika tidak ditangani dengan baik limbah medis membahayakan masyarakat dan lingkungan. Apalagi jika dibuang sembarangan.

“Misalnya ada jarum suntik yang masih utuh dan terinjak. Bisa menimbulkan penyakit kanker atau akut lainnya,” kata Imran.

Pihaknya mendorong pemerintah daerah berpartisipasi memberikan fasilitas pengolahan limbah medis. Selama ini, Jogjakarta juga masih mengolah limbah medis ke Karawang dan Cilegon. Dengan biaya Rp 7.000 sampai Rp 140 ribu setiap kilogram.

Menimbang biaya pengolahan yang juga cukup mahal, Imran menekankan agar pemda memiliki pengolahan limbah medis berbasis daerah. Jika semakin dekat jarak tempuh pengolahan limbah medis, maka akan mengurangi dampak yang ditimbulkan.

“Informasi dari pemda, DIJ akan membuat pengolahan limbah medis yang berada di sekitar Piyungan tahun 2021,” tutur Imran.

Sekjen PERSI Pusat Lia Gardenia Partakusuma membenarkan adanya transporter dan pihak ketiga dalam pengolahan limbah medis. Tercatat 100 transporter berizin dan 10 pengolah limbah yang lima di antaranya ada di Jawa.

Meskipun belum memiliki pengolahan limbah medis yang memadai, Lia mengingatkan penyedia fasilitas kesehatan untuk melakukan pemilahan sampah medis. “Yang bisa diolah kembali dipilah agar volume limbah medis bisa dikurangi,” ujar Lia. (*/cr7/iwa/rg)